Mohon tunggu...
Johanes Marno Nigha
Johanes Marno Nigha Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

Sedang Senang Menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Sam, Ika dan Engky: Membayangkan Sokrates dan Teater di Rumah Helong

5 Mei 2023   09:37 Diperbarui: 5 Mei 2023   09:58 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sam, Ika dan Engky berlatih Teater di Rumah Helong (Dok/Pri Marno)

Sokrates, filsuf di era Yunani Kuno pernah mengingatkan kaum muda masa itu. " Ada 3 level Manusia, manusia level atas adalah mereka yang membicarakan ide, manusia level menengah adalah mereka yang membicarakan peristiwa dan manusia level bawah adalah mereka yang membicarakan orang"

Kisah selanjutnya bisa ditebak, ide Sokrates dianggap mengganggu kenyamanan penguasa. Apalagi sentilan-sentilan terkenalnya tentang gnoti se auton (kenalilah dirimu sendiri), ungkapan yang melenceng dari apa yang hendak dimaksud para pemilik dogma di kuil Delphi masa itu. Apalagi yang hendak diminta para orakel (pemimpin agama di kuil) kecuali kepatuhan buta.

Sama halnya dengan Negara bagi para penguasa adalah milik penguasa, maka ide kritis perlu dibungkam. Kehadiran Socrates dan pengajarannya pada kaum muda di pasar kota Athena kemudian menjadi tanda keberanian. Ia melawan Pembungkaman penguasa dan para pemimpin agama lewat jalan kritis. Berpikir dan mengenal diri. Baginya pembungkaman jenis apapun terhadap kebebasan, terlebih kebebasan berpikir perlu dilawan.

Socrates menyadari tentang pentingnya membangkitkan generasi kritis dalam diri kaum muda.

Ia kemudian didapuk menjadi manusia paling brilian menurut catatan sejarah pada masanya. Konsekuensi dari ide tentang kebebasan berpikir dan pengenalan diri membawanya pada kenyataan kematian. Ia mati dibunuh para penguasa masa itu dengan cara minum racun maut.

Kisah Sokrates kemudian menginspirasi banyak kalangan di setiap masa. Saat membayangkan kisah Sokrates saya sedang duduk bersama beberapa adik di teras rumah kami. Jam di dinding rumah menunjukan pukul 23.45. Perumahan Helong tempat kami berkumpul menjadi kian sepi dan sunyi di penghujung malam itu. 

Lokasi perumahan yang berada di punggung bukit membuat latihan teater malam itu menjadi momen berharga. Saya melihat istri dan adik-adik kami, Sam, Ika dan Engky membangun konsep ketubuhan dan pemahaman bersama.

Disamping kerja utama mereka sehari-hari, ketiga adik ini saban hari, akan terlihat di komunitas orang muda Katolik paroki Fransiskus Asisi Kolhua. Sebuah gereja di salah satu sudut kota Kupang. Mereka membangun jejaring lewat kelompok orang muda, berlatih koor bersama, membantu koor-koor kecil kelompok umat basis (KUB), membangun dan mengasah kemampuan lewat partisipasi secara aktif.

Tidak banyak orang muda yang ingin terlibat atau melibatkan diri lewat pengalaman berjejaring. Di antara yang sedikit itu ada mereka bertiga. Socrates sang pengajar benar tentang kaum muda. Energi itu ada di sana, tinggal melihat dan merasakan energi mereka dan turut diperkaya didalamnya. "Setelah latihan koor kami akan merapat" bunyi pesan WhatsApp Sam. Jam dinding menunjukan pukul 22.00, saya hendak tidur saat istri memberitahu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun