Mohon tunggu...
Johanes Marno Nigha
Johanes Marno Nigha Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

Sedang Senang Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Fenomena PNS Bolos dan Audit Etika

20 September 2021   22:49 Diperbarui: 21 September 2021   20:40 1196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Upacara Bendera di Lingkungan Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Kupang (Dokumentasi Pribadi)

Presiden Jokowi  telah mengeluarkan aturan baru bagi para PNS. Tujuan mulia aturan ini tentu saja untuk mengoptimalkan kinerja PNS sekaligus cara untuk mendisiplinkan mereka.

Aturan ini dibuat untuk mengurangi kebiasaan buruk sejumlah oknum PNS  yang  dinilai suka bolos saat bekerja.  Lewat aturan ini diharapkan munculnya efek disiplin alias stop bolos.

PP No. 94 tahun 2021,  tentang disiplin pegawai negeri sipil ini berlaku sejak tanggal 21 Agustus 2021. Inti dari aturan ini adalah bagaimana menerapkan sanksi bagi para PNS yang tidak disiplin.

Saya melihat ada semacam konteks Etika pemerintah yang coba diangkat melalui aturan ini. Asumsinya Pemerintah dalam hal ini presiden sebagai subyek  kekuasaan mengatur bawahannya sebagai obyek kekuasaan.

Para PNS berada di bawah kontrol  kekuasaan presiden dan perangkat-perangkatnya. Maka fokus kekuasaan menjadi isu utama dalam setiap wacana pemberlakuan aturan.

Hal ini berkebalikan dengan apa yang harus muncul dari kerja-kerja pemerintah yaitu fungsi pelayanan publik.

Haryatmoko dalam bukunya Etika publik punya definisi standar tentang kebijakan publik. Kebijakan publik menurutnya bersandar pada refleksi standar atau norma yang menentukan baik buruk atau benar salah perilaku pelayanan untuk kepentingan publik.

Tindakan dan keputusan yang dibuat oleh sumber-sumber kekuasaan publik, perlu mengarah pada tanggung jawab pelayanan publik.

Fokus dari kebijakan publik ini beruara pada tiga hal berikut. Pertama pada soal pelayanan publik yang berkualitas, responsif dan relevan.

Bagi Haryatmoko pada dasarnya ada banyak pelayanan publik yang tidak relevan. Misalnya kebijakan yang dibuat sering hanya berbicara seputar  keuntungan yang didapat tanpa memperhitungkan masyarakat yang dilayani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun