Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Krisis Kesuburan, Krisis Populasi, Sekarang Apa Lagi? Child Free?

1 September 2021   18:10 Diperbarui: 1 September 2021   18:15 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pregnancy reborn. Diadaptasi dari The Scientist, Vol. 35, Issue 4, August 2021, hlm. 24.

3. Sampai pada pertimbangan bahwa secara kodrati dan fisiologis, wanita diciptakan untuk bereproduksi? Apa pun yang dilakukan untuk menghambat maupun menghentikan proses fisiologis ini hanya akan menimbulkan kondisi yang patologis.

Jadi setiap calon pasutri hendaknya mempertimbangkan masak-masak sebelum mengambil keputusan untuk "child free." Terlihat dengan jelas contoh-contoh di mana pasutri yang mencegah kehadiran anak justru mengeluarkan biaya tambahan lain untuk mengatasi kondisi-kondisi kesehatan yang terkait dengan keputusan untuk tidak mau punya anak itu.

Apakah yang mereka khawatirkan adalah kurangnya waktu dan/atau ketidakmampuan dalam berbagai bentuk (biaya, pengetahuan parenting), ditambah pula dengan ketidaklegaan untuk mempercayakan, katakanlah seorang babysitter, untuk mengasuh anak mereka?

Ada satu lagi pertimbangan pasutri yang memutuskan untuk "child free," yaitu dunia di masa depan akan semakin "gila" dan mereka khawatir anak mereka tidak sanggup menjalani hidup di masa depan itu merasa kasihan.

Bagaimana dengan pertimbangan orang-orang tua juga, bahwa mereka membutuhkan perhatian dari anak-anak mereka di usia tua mereka?

Kesimpulannya, apa pun keputusan yang akan diambil, entah mau memiliki anak, atau utamanya tidak mau memiliki anak, harus didasari oleh pertimbangan yang banyak dan jauh ke depan.

Terlebih lagi, kesadaran akan kenyataan-kenyataan di atas (krisis populasi, krisis fertilitas, harapan hidup yang semakin meningkat) hendaknya diadu dengan rencana pengejaran karir yang mengarah pada pengambilan keputusan untuk "child free."

Tiap zaman memiliki peluang dan tantangannya sendiri, dan mengkhawatirkan kesanggupan generasi mendatang dalam menghadapi peluang dan tantangan masa depan tidak lebih penting dibanding mempersiapkan dan membekali anak, melalui parenting positif, agar memiliki kesanggupan menghadapi situasi apa pun, sebagaimana kita sebagai orangtua sudah menjalani dan melewati tantangan zaman kita sendiri.

Keputusan untuk "child free" memang bukan keputusan satu individu, tetapi pasangan individu (50%), namun penambahan setiap satu keputusan yang demikian akan berkontribusi pada peningkatan krisis populasi global, dan pada gilirannya (mudah-mudahan tidak terjadi) kepunahan umat manusia.

Di situlah terletak toleransi dan partisipasi etis dari para pasangan suami isteri, utamanya yang baru menikah, untuk tidak sampai mengambil keputusan tanpa pertimbangan yang banyak dan jauh ke depan itu.

Masa depan dunia dan umat manusia terletak di tangan kalian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun