Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Semakin Banyaknya Inkonsistensi dalam Berbagai Bahasa

26 Agustus 2021   06:56 Diperbarui: 26 Agustus 2021   06:59 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Enthusiast yang menjadi antusias. Sumber: https://bit.ly/3kmHOzT

Inkonsistensi yang akan saya kupas dalam artikel ini "tersedia" dalam beberapa kategori. Selamat menikmati.

Adaptasi Bentuk atau Bunyi?

Sejak kapan "en" bisa berubah menjadi "an"? Jawabannya, sejak, misalnya, "enthusiasm" diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia menjadi "antusiasme" (kegairahan, semangat yang besar, dll). Demikianlah, enthusiast pun menjadi antusias, yang malah dijadikan sebagai kata sifat (seharusnya: entusiastik).

Kenapa ini menjadi sebuah inkonsistensi? Berkali-kali saya katakan, karena kaidah dasar tidak ditetapkan dengan jelas, atau kalau pun sudah ditetapkan, tidak diikuti secara tertib, sehingga ada saja pengecualian yang mengannihilasi kaidah tersebut. Dalam hal ini sebenarnya pilihan yang tepat yang bisa menjadi kaidah dasar adalah mengadaptasi bentuk atau bunyi?

Kata-kata yang diawali dengan "en" lazimnya tetap "en," misalnya:
1. Encyclopedia menjadi ensiklopedia.
2. Endoscopy menjadi endoskopi: penyisipan sebuah tabung tipis panjang langsung ke dalam tubuh untuk mengamati organ atau jaringan internal secara rinci.
3. Entomology menjadi entomologi: ilmu tentang serangga.
4. Entrepreneur menjadi enterprenir: wiraswasta, dll.

Sejauh ini inkonsistensi yang saya temukan adalah pada kata antusiasme di atas.

Prioritas yang Dilebarkan
Salah sebuah kaidah dasar bahasa Indonesia untuk adopsi istilah adalah bahwa jika kita punya lebih dari 1 pilihan bahasa, yang menjadi top priority adalah bahasa Inggris.

Yang mengherankan adalah semakin hari semakin banyak inkonsistensi dalam hal ini.

Tidak jadi masalah jika prioritas dilebarkan ke mana-mana, namun saya sangat menyayangkan inkonsistensi susulan dan bahkan pemaknaan istilah yang keliru.

Contohnya adalah istilah "cuan" dan "ciamik" yang diadaptasi dari dialek Hokkien yang pemaknaan sudah lari menjauhi pemaknaan dalam bahasa asalnya (masih banyak contoh lain).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun