Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Penuangan Hasil Olahan Rasa ke dalam Lisan dan Tulisan, Jelas Berbeda

31 Mei 2021   23:25 Diperbarui: 1 Juni 2021   00:09 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: suaradewata.com

Karena komunikasi dilakukan secara lisan maupun tulisan berdasarkan penuangan hasil olahan rasa yang dipengaruhi oleh lingkungan dan suasana hati, kali ini saya ingin memberikan komparasi antara 2 jenis penuangan olahan rasa itu.

Komunikasi Lisan vs Tulisan
Apa yang dirasakan langsung diucapkan. Saya tidak membicarakan tentang pengecualian misalnya orang yang pandai menutupi perasaannya, lain di mulut, lain di hati, karena pada hakekatnya mulut berkata dari hati yang meluap-luap. Namun di sini perlu dipertimbangkan tentang "mulutmu harimaumu."


Pepatah Indonesia, "Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada berguna" dan pepatah China yang sering disebutkan dalam cersil maupun drama seri silat: "Sekali kata-kata dikeluarkan, empat ekor kuda tidak bisa menariknya kembali."

Artinya apa? Kata-kata yang sudah diucapkan tidak bisa diedit ulang. Kata-kata kita dengan jelas menunjukkan kepribadian kita. K.R.T. Abdulkadir Yudhokusumo yang saya sebutkan dalam artikel saya: Mengenang R.M. Panji Sosrokartono, pernah mengatakan kepada saya bahwa cukup 3 menit bagi beliau untuk menilai kepribadian seseorang yang baru pertama kali beliau jumpai: dari ucapannya.

Memang bisa jadi ada kebiasaan seseorang menggunakan perkataan tertentu dan itu tidak bisa dijadikan patokan untuk mencap kepribadiannya. Saya selalu mempertanyakan kenapa seseorang harus mengatakan "sejujurnya, kalau boleh saya jujur, atau jujur saya katakan." Apakah tanpa menggunakan perkataan ini berarti apa yang dia katakan adalah ketidakjujuran?

Bisa jadi pula karena perkataan tertentu terlalu sering diucapkan si penutur tanpa perasaan apa-apa, atau setidaknya orang yang menjadi pendengar, menilai bahwa ucapan itu diucapkan bukan dari hati. Ini yang saya contohkan dengan "how are you?" yang oleh Kompasianer Randy One dijadikan anagram yang menjadi judul artikel: Basa Basi Bisa Bias (Salah Kaprah-Jilid I).

Revisi ucapan hanya bisa dilakukan pada komunikasi lisan berikutnya. Saya adalah orang yang berpikiran lurus-lurus saja dan ketika pertama kali saya berhadapan dengan manusia-manusia toksik yang saya ceritakan dalam beberapa artikel sebelumnya, saya belum bisa mengeluarkan tanggapan yang cepat, singkat, dan akurat. Namun, karena setiap hari berada dalam lingkungan toksik itu, lama kelamaan keluar juga ucapan saya yang merupakan hasil olahan rasa yang lebih fine-tuned, lihat, misalnya dalam artikel saya: Profiling 3 Karakteristik Manusia Toksik sebagai Unsub.

Penuangan hasil olahan rasa ke dalam tulisan tentunya adalah antitesis dari lisan ini. Sebuah tulisan, katakanlah artikel Kompasiana, sebelum saya tayangkan, saya proofread terlebih dulu. Ini juga tidak menjamin adanya kekurangan atau bebas error seperti typo, dan kalau saya memandang perlu melakukan koreksi, artikel itu pun saya koreksi setelah ditayangkan. Jika perlu penambahan, entah dari saya sendiri atau sebagai tanggapan atas pertanyaan pembaca, saya sisipkan apa yang saya namakan "Addendum Pascatayang."

Contoh addendum dari saya sendiri ada dalam artikel: Sandi Fonologis: Sebuah Artikel Inpromptu Saya, dan yang berdasarkan tanggapan pembaca: Bodhidharma dan Biara Shaolin di Dengfeng, Henan, China.

Kelebihan tulisan dibanding lisan adalah bisa digunakan untuk pengarsipan, tanpa perlu mengulang-ulang seperti lisan, untuk mengeluarkan hasil olahan rasa itu. Arsip ini jugalah yang menjadi bahan untuk dibagikan kepada sebanyak-banyaknya orang.

Fine-tuning lisan maupun tulisan memerlukan latihan, yang selanjutnya membuat saya tidak lagi mengeluarkan kata-kata yang kurang relevan, menggunakan senapan untuk menembak semut (pemubaziran kata), atau yang lainnya, dan kalau bisa, hanya dengan "Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun