Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kompetensi dan Sikap: Senjata Antigagal Menghadapi Manusia Toksik

26 Mei 2021   06:04 Diperbarui: 29 Mei 2021   17:05 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.clockify.me

Saya sudah lumayan banyak menulis artikel terkait lingkungan kerja toksik, sekarang saya mau berikan senjata antigagal menghadapi manusia toksik. Manusia toksik adalah manusia yang menciptakan lingkungan toksik atau hidup di dalamnya, atau dua-duanya, yang meliputi bos dan/atau atasan, rekan kerja, dan bawahan.

Bawahan Toksik
Bawahan yang toksik biasanya tidak sampai mendatangkan masalah, karena keberanian mereka menunjukkan perilaku toksik terbatas, paling-paling dengan bergosip di belakang kita dan merendahkan kita.

Orang yang merendahkan kita di belakang kita adalah orang yang posisinya di bawah dan di belakang kita.

Bos Toksik
Bos toksik dan antidot bos toksik sudah saya bahas dalam artikel dengan judul yang bersesuaian.

Karena kita bekerja untuk bos, maka adanya perilaku toksik dan lingkungan toksik yang berasal dari bos sebenarnya adalah faktor penentu terbesar dari......... seberapa cepat kita harus angkat kaki dari perusahaan tersebut. 

Jangan khawatir, kalau kita memang bekerja berlandaskan kompetensi, kejujuran, dan pembinaan hubungan baik dengan semua orang di kantor, lingkungan kerja yang toksik menjadikan kita "the right man on the wrong place." 

Kompasianer Santi Hartini mengungkapkan ini dengan sebuah kalimat yang sangat indah dalam judul sebuah artikel There is No Right Man in The Wrong Place, dan saya katakan, leave the wrong place and find the right one. Ini bisa kita nilai dari apakah seorang bos bisa menghargai prestasi kita atau tidak.

Jangan pernah mengharapkan penghargaan itu jika bos adalah manusia toksik, dengan ciri-ciri misalnya hanya baik kepada kita saat dia butuh dan kebutuhannya tidak bisa dipenuhi oleh karyawan lain yang kompetensinya di bawah kita, saat perusahaannya mengalami peningkatan signifikan, dia mulai menunjukkan sikap "lupa kacang akan kulitnya," nepotisme dengan memperkerjakan teman-teman lamanya tanpa mempedulikan apakah mereka berkompentensi dan jujur, atau tidak, karena dia menjadi lebih nyaman di dekat para pemuji bahkan penjilat, yang membuat harga dirinya sebagai seorang bos semakin meningkat.

Terlalu besar pengorbanan yang harus kita berikan jika bertahan dalam lingkungan yang semakin lama semakin toksik itu.

Semua yang saya tulis dalam artikel ini adalah pengalaman saya bekerja untuk "orang lain." Saya tidak pernah menghadapi atasan toksik karena saya melapor langsung ke bos. Bagaimana saya menangkal gangguan dari para "bos bayangan," saudara-saudara bos, lihat 6 pengalaman saya dalam artikel Antidot Bos Toksik.

Rekan Kerja Toksik
Saya menghadapi rekan kerja (selevel) yang toksik dengan jauh lebih gampang.
1. Saya tidak bekerja untuk dia.
2. Saya bekerja untuk bekerja, bukan untuk mengerjakan yang bukan pekerjaan saya.
3. Hubungan dengan rekan kerja bersifat koordinatif. Salurkan kompetensi masing-masing dalam bidang masing-masing untuk meraih prestasi masing-masing, titik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun