Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mewaspadai Keserakahan Melalui Panchatantra

29 April 2021   01:10 Diperbarui: 29 April 2021   01:46 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tantra (Sanskerta: तन्त्र, secara harfiah bermakna "alat tenun, menenun, melengkung") menunjukkan tradisi esoterik Hindu dan Buddha yang berkembang di India sejak pertengahan milenium ke-1 M dan seterusnya. Dalam tradisi India, istilah tantra juga bermakna "teks, teori, sistem, metode, instrumen, teknik, atau praktik" sistematis yang dapat diterapkan secara luas.

Pancha, yang juga berasal dari bahasa Sanskerta, diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia menjadi "panca," bermakna: lima.

Panchatantra, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi five treatises (lima risalah), adalah koleksi India kuno dari fabel (dongeng hewan) yang saling terkait dalam syair dan prosa Sansekerta, yang disusun ke dalam sebuah bingkai cerita. 

Karya yang masih sintas bertanggal sekitar 200 SM - 300 M, berdasarkan tradisi lisan yang lebih tua. Penulis panchatantra telah dikaitkan dengan Wisnu Sharma dalam beberapa resensi, dan Vasubhaga pada resensi lain, dan keduanya mungkin merupakan nama pena. 

Panchatantra adalah sastra klasik dalam teks Hindu, dan didasarkan pada tradisi lisan yang lebih tua, dengan "fabel yang setua yang bisa kita bayangkan."

Buku Panchatantra sekarang bisa diunduh dalam format PDF. Versi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh G.L. Chandiramani adalah setebal 258 halaman dan berisi banyak fabel yang dikelompokkan dalam lima tema. Tema atau tantra kelima berjudul "Tindakan Tanpa Pertimbangan yang Wajar" dan fabel terakhir dalam tantra terakhir ini berjudul "Kisah Raja Chandra."

Edisi berbahasa Indonesia juga sudah pernah diterbitkan dalam 3 jilid, saya memiliki edisi ini, namun buku-bukunya dipinjam oleh seorang teman dari perpustakaan saya dan sampai sekarang tidak dikembalikan.

Terkait dengan keserakahan, dalam bab terakhir ini terdapat sebuah syair yang sangat bagus, yang bisa kita jadikan pembelajaran untuk eling lan waspada agar tidak terjerumus ke dalam sebuah penyakit mental yang paling mudah mempengaruhi manusia, KESERAKAHAN:

'Avarice, I bow to you,
You make men do things,
They ought not have done,
And wander in places
Where they ought not have gone.
He who has a hundred,
Wants a thousand;
He who has a thousand,
Wants a hundred thousand;
He who has a hundred thousand,
Wants millions;
And a king covets the kingdom of the heaven.'

And,
'In old age, the hair turn white,
The teeth become loose,
The eyes and the ears cease to function properly,
But greed remains young for ever.'

'Keserakahan, aku membungkuk kepadamu,
Kau membuat manusia melakukan banyak hal,
Yang seharusnya tidak mereka lakukan,
Dan berkeliaran di berbagai tempat,
Ke mana seharusnya mereka tidak pergi.
Dia yang memiliki seratus,
Ingin seribu;
Dia yang memiliki seribu,
Ingin seratus ribu;
Dia yang memiliki seratus ribu,
Ingin berjuta-juta;
Dan seorang raja menginginkan kerajaan surga.'

Dan,
'Di usia tua, rambut memutih,
Gigi menjadi longgar,
Mata dan telinga berhenti berfungsi dengan baik,
Tapi keserakahan tetap belia selama-lamanya.'

Panchatantra telah mengingatkan kita lebih dari 2.000 tahun yang lalu.
Jangan kalah dengan keserakahan.
Jangan biarkan dia tetap belia. - Johan Japardi.

Catatan:
Sama seperti yang saya uraikan sebelumnya, saya lebih memilih untuk tidak mengubah fonem rangkap dua menjadi fonem tunggal, pada judul artikel ini karena fonem "ch" memiliki bunyi yang berbeda dengan "c." Jadi Panchatantra alih-alih Pancatantra.

Jonggol, 29 April 2021

Johan Japardi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun