Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Tanjungbalai: Berkata Apa Adanya Tanpa Dilandasi Kebencian

21 April 2021   21:17 Diperbarui: 21 April 2021   23:38 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SELAMAT HARI KARTINI!

Apa pula Puaklabu ini? Sudah saya jelaskan beserta usulan saya untuk rekonstruksi etimologinya dalam artikel saya: Memasuk-akalkan Makna "Puak Labu." Imbangan katanya dalam KBBI kira-kira adalah berlagu: bertingkah.

Lalu siapa pula Tok Laut ini? Sudah saya introduksi pada halaman 4 artikel saya: Kebelumtahuan yang Dipamer-pamerkan dan halaman 2 Hanya Gara-gara Satu Kata: Peningkatan. Di sini ada 2 Tok Laut, yang satu kakek dari kakek si Ida Benzol, dan 1 lagi yang saya maksudkan itu.

Umumnya lagu-lagu karya seniman Tanjungbalai Asahan berisi kearifan dalam memaknai hidup, dalam hal ini, segala macam kesusahan ada jalan keluarnya, Berserah kepada Yang Mahakuasa! Selain itu, dalam Lagu Puaklabu ada konten yang bisa dimaknai sebagai:
Katakanlah sesuatu apa adanya, tapi tidak dilandasi kebencian. Puaklabu itu sendiri adalah sebuah kata yang berkonotasi negatif, tetapi di Tanjungbalai umumnya, dan Tok Laut khususnya, dengan penuh kejujuran mengaplikasikan kata itu beserta maknanya kepada seorang abah. Karena tidak dilandasi kebencian tetapi hanya mengingatkan, si abah yang menjadi sasaran kata ini pun tidak marah atau benci. Luar biasa!

Berikut tautan ke video lagu Puaklabu dan penafsiran saya dalam bahasa Indonesia. Koreksi akan saya lakukan kemudian setelah mendapat masukan (jika ada) dari Tok Laut sendiri. Selamat menikmati.


Kok gaya abah, hai seperti tauke kayu.
Rambut bersebak, licin seperti penyapu.
Lenggang-lenggok abah, hai seperti seorang kepala desa (pejabat).
Kalau berbicara, kumis abah tak kelihatan (bulunya).

Cerita bisnis OK, politik pun sok pandai.
Ada abah pun jadi ramai, abah asyik di warung.
Baru kutahu kalau abah puaklabu. 2x
............. Ulangi dari awal.

Catatan:
Resolusi video lagu ini kurang tinggi, tapi saya berharap pembaca bisa menikmati audionya dengan iringan terjemahan bebas saya di atas. Saya pribadi lebih suka memaknai lagu ini dalam bahasa atau katakanlah dialek bawaannya, Tanjungbalai Asahan. Saya berangan suatu hari kelak kita bisa menikmati karya semua seniman Tanjungbalai Asahan dalam resolusi 4K ke atas. Sementara itu, teruslah berkarya dan memberikan pencerahan kepada para muda-mudi, WAHAI SAHABATKU SI ELANG LAUT ASAHAN.

Jonggol, Hari Kartini 2021

Johan Japardi

Addendum Pascatayang
Saya belum menerima masukan dari Tok Laut, tapi sahabatanda saya ini menitipkan pesan:
Penyair adalah Penyangga Zaman, jika penyair berhenti berkarya maka runtuhlah peradaban.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun