Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Keballetan Bahasa Tanjungbalai

13 April 2021   01:30 Diperbarui: 24 April 2021   11:48 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diadaptasi dari: https://theconversation.com/ballet-dancers-brains-adapt-to-stop-them-going-dizzy-18667

*Konsonon rangkap dua "ll" dibiarkan apa adanya.

Bulan Ramadhan baru bermula, namun kerinduan saya akan bubur pedas (lihat: Kartini-kartini yang Tersembunyi (atau Disembunyikan?) di kampung semakin menjadi-jadi. Mau masak sendiri repot sekali (bahan-bahannya 30 macam lebih). Jadi, saya pun mengalihkan kerinduan saya yang juga sedang susah tidur ke pencarian tulisan saya yang terkait Tanjungbalai dalam catatan harian saya.

Dari Catatan Harian, 21 September 2019
Bahasa Tanjungbalai, sebagaimana halnya bahasa Indonesia, merupakan keberlanjutan atau derivasi dari bahasa Melayu yang beratus-ratus tahun yang lalu menjadi lingua franca di kawasan Asia, utamanya Asia Tenggara. Terlalu luas jika kita membahas tentang transformasi bahasa-bahasa ini sampai sekarang, jadi saya membatasinya hanya ke bahasa Tanjungbalai.

Jika ditilik definisinya, lingua franca adalah bahasa pengantar atau bahasa pergaulan. Nah, bahasa Indonesia sejak Sumpah Pemuda menjadi bahasa pengantar yang mempersatukan bangsa Indonesia dalam berkomunikasi lisan maupun tulisan.

Saya amati, bahasa Tanjungbalai sendiri, yang masih bisa disebut bahasa Melayu, lebih menunjukkan identitas sebagai bahasa pergaulan, setidaknya di Tanjungbalai Asahan. Ayatrohaedi mengistilahkan bahasa pengantar sebagai basantara (bahasa antara), jadi bolehlah saya mengistilahkan bahasa Tanjungbalai sebagai basaulan (bahasa pergaulan), dengan mengambil paruh kedua dari definisi di atas.

Nah, dalam fungsinya sebagai basaulan, ditambah dengan nilai rasa yang tinggi dari orang Tanjungbalai sendiri,* bahasa ini menjadi sangat lentur bak ballet di antara tarian-tarian lain.

Saya berikan contoh nilai rasa ini:
Korjo saribu, tak korjo limoratus, eloklah korjo tak korjo, saribu limoratus.
(Kerja dapat Rp. 1.000, tak kerja dapat Rp. 500, lebih baik kerja tak kerja, Rp. 1.500.)

Net result dari godokan identitas, fungsi bahasa dan nilai rasa ini adalah bahwa bahasa Tanjungbalai sangat bebas dan lentur, sehingga satu kata bisa diucapkan dalam berbagai variasi bentuk, tergantung kebiasaan si penutur, misalnya:
1. "Yang" bisa diucapkan sebagai "yang," "nang," "nan," "nam," tergantung si penutur maupun kata yang disambungkan ke kata ini.
Nam parahlah kau jang = parah sekali kamu.
Potikkan dulu sebiji manggo nang elok = Tolong petikkan dulu sebuah mangga yang bagus.
2. Substitusi vokal yang balletik (bebas dan lentur) di antara vokal "a" atau "e" dengan "o" tergantung preferensi  si penutur.
"Kata" bisa diucapkan sebagai "kata," "kato," atau "koto."
"Cerita" menjadi "carito."
"Kalau" menjadi "kolo" atau "kolok"
"Orang" bisa diucapkan sebagai "orang," atau "ong."
"Kerang" menjadi "korang."
"Kerja" menjadi "korjo" atau "karojo" atau "korojo."
"Seberang" menjadi "saborang" atau bahkan "siborang."
Daripada" bisa bertransformasi menjadi "doropado."
3. Awalan "ber" menjadi "ba": "bermula" menjadi "bamulo."
4. Diftong "ai" bisa diucapkan sebagai "ei": sungai menjadi sungei.
5. "Itu" dan "ini" bisa disingkat menjadi "tu" dan "ni."
6. Kata sifat komparatif yang biasanya menggunakan penanda "lebih" atau "sangat" bisa diganti dengan akhiran -an pada kata sifatnya (mirip bahasa Sunda).
"Yang sangat banyak" menjadi "nam banyak'an".
"Yang sangat bandel" menjadi "nam bandalan."
7. Kata "mereka" menjadi "orang tu."
8. Kata "sekarang" menjadi "kinin (kini + n)" mirip kebiasaan orang Jawa: cuman, montor.
Dan lain-lain.

Jadi, tampaknya akan lebih repot untuk memutakhirkan kamus bahasa Melayu Tanjungbalai ketimbang KBBI, namun untungnya, seperti yang diuraikan di atas, bahasa ini lebih difokuskan pada basaulan saja. Di luar ini, utamanya bahasa sains dan teknologi, tetap mengacu ke KBBI atau kamus yang relevan.

Catatan Pinggir:
1. Walaupun "o banyak digunakan sebagai pengganti vokal lain, bukan berarti semua vokal bisa dijadikan "o":
"Naik apo kau tadi ke sini Din?"
"Bajolon koki aku." (???)

2. Bukan pula berarti "o" bisa sekehendak hati diganti menjadi vokal lain dengan maksud mengurangi atau bahkan menghilangkan "ke-Tanjungbalaian" dalam berkata-kata:
(Seorang anak Tanjungbalai yang kecopetan di Pajak Sambu Medan):
"Talang, talang, dampetku dicapet arang!" (???) Bikin kamus sendiri dia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun