Saya amati bahwa dalam mengadopsi bahasa asing untuk bidang-bidang non-bahasa, dalam hal ini sains, setidaknya ada dua ketidaksesuaian yang diakibatkan oleh:
1. Pakar bahasa tidak memahami istilah-istilah saintifik.
2. Pakar sains tidak memperdalam bahasa.
Ada juga kerisauan saya terkait kekeliruan dalam mengadaptasi awalan "auto" menjadi "oto," karena beradu kebo (istilah zaman now untuk "bertabrakan") dengan "oto" dalam bahasa Inggris sendiri, yang bermakna "berkaitan dengan telinga," contoh: ototoxic (ototoksik, toksik terhadap telinga), otolaryngologist (spesialis telinga hidung tenggorokan/THT), dll. Adu kebo ini terjadi di antara sebuah fonem tunggal dengan fonem berganda yang dijadikan tunggal.
Jadi, menurut saya, hanya seorang bahasawan saintis atau saintis bahasawanlah yang punya kejelian untuk menyadari dan merasakan adanya kerancuan ini. Jalan keluar untuk mengatasi kerancuan ini sudah barang tentu harus menggunakan bulat-bulat awalan "auto," tanpa dikurangi sehuruf pun.
Di sinilah masuk hasil kreativitas adik-adik milenial yang membuat awalan "auto" menjadi sangat produktif dan mengoin begitu banyak kata baru, di antaranya, yang sempat menjadi viral, "auto ngakak." Saya sangat menghargai kreativitas ini, sekaligus menyarankan kepada adik-adikku ini untuk menggunakan istilah dalam bentuk yang benar (autongakak).
Saya sudah berusaha keras untuk seakurat dan sepresisi mungkin dalam menuliskan surat ini, namun saya yakin masih ada kekurangannya, sekecil apa pun itu. Tak ada gading yang tak retak.
Seperti diuraikan di atas, zaman sudah banyak berubah dan saya tidak bisa menghindarkan diri dari penggunaan bahasa kolokuial, bahkan vernakular, dalam tulisan saya ini.
Sebagai penutup, saya menampilkan ucapan dari guru matematika SMP saya, almarhumah Bu Fatima (dalam bahasa Tanjungbalai Asahan):
Bumi baputar
Musim baganti
Zaman beredar
Tembusan:
1. Yth. Ibunda R.A. Kartini.
2. Atokanda Mr. Yap Chenghuat.
3. Omanda Anton Moeliono, et.al.
4. Sahabatanda Syamsul Rizal (Tok Laut).
5. Putrinda Putri Natalia Japardi, apple of daddy's eye.
Jonggol, 12 April 2021
Hormat saya,
Johan Japardi