Mohon tunggu...
Yohanis Tkikhau
Yohanis Tkikhau Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa jalanan

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Parasmu Cantik tapi Sayang, Kau Sedang Menahan Sakit

23 Juli 2019   11:09 Diperbarui: 23 Juli 2019   11:13 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Disini, didalam kamar kos yang sepi,Aku masih seperti yang dulu. Aku masih sama seperti yang kau kenal. Menyendiri menikmati kopi dingin berteman sebatang rokok, yang kau bilang akan membunuhku secara perlahan. Ya,  aku merindukanmu Cantika kekasihku. 

Aku sadar, memang benar apa yang kau katakan. Rokok ini, semakin hari terus menemani ku dalam kehancuran. Kau pernah bilang 'bisakah kau berhenti menghisap tembakau yang dibungkus kertas itu?' Aku masih terdiam. Lalu kau lanjutkan ceramah mu 'tubuhmu akan sama dengan rokok itu, tulang dibalut kulit'. 

Aku masih terdiam dan terus terdiam. Setelah beberapa waktu berlalu, kata-kata itu seakan barusan ku dengar. Terus berada didalam pikiranku. Namun bukan itu yang aku pikirkan. Aku sedang membayangkan keindahan kampung halaman yang ceritakan barusan via Whatsapp. 

Aku menjadi kagum. Aku harus bangga dan berterima kasih. Karena kampung halaman yang dulunya kutinggalkan masih sangat memprihatinkan kondisinya, kini semakin maju dan semakin bersaing dengan kota-kota lainnya. 

Aku berbisik dalam diam ku "Cantika, aku bangga dengan kampung halaman kita".

Mengapa tidak? Kau bilang bahwa kota kita yang kecil kini sudah disebut kota cerdas. "Kaka, kota kita sudah dapat predikat kota cerdas. Kami menggunakan internet gratis dari Pemerintah. Hebat kan? ", begitu katamu kekasihku. 

Aku terus membayangkan keadaan itu. Dimana semua siswa bisa mengakses setiap pelajaran dengan mudah. Bisa mengenal dunia luar dengan cepat. Luar biasa sekali. Aku tersenyum memikirkannya. Itu sesuatu yang tidak bisa ku lukiskan dengan kata-kata Cantik sayang. 

Lalu ku teguk kopi yang semakin dingin itu. Rokok yang semakin terbakar ku hisap dalam-dalam, lalu ku kepalkan asapnya membentuk bulatan-bulatan kecil yang indah dipandang mata. Ku raih lagi HP ku yang semakin tua. Aku mencoba mencari tahu di Facebook tentang perkembangan dikampung halaman. 

Lewat berbagai tulisan teman-teman lama di dinding Facebook mereka akhirnya aku percaya pada apa yang kau katakan Cantika. Kampung halaman kita sudah menjadi kota pintar. Kota yang tidak akan dipandang sebelah mata lagi oleh orang-orang luar. 

Setelah membaca beberapa status dan komentar di Facebook kuletakkan kembali HP tua itu. Aku bersandar pada tembok lalu meraih sebatang rokok lagi. Kunyalakan lalu ku ulangi pekerjaan ku yang sia-sia itu. Menghisap dan membuang. Pikiran ku kembali beradu, antara senang dan prihatin. Senang karena kampung halaman yang semakin maju, tapi juga prihatin dengan efek yang akan ditimbulkan. 

Aku bersyukur karena adik-adik ku bisa mendapatkan materi untuk belajar dengan mudah, namun aku tidak tau apakah mereka akan memanfaatkan kemudahan itu untuk belajar atau mereka manfaatkan untuk hal-hal yang buruk? Aku semakin bingung. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun