SAYA tak bermaksud menawarkan mati. Tidak juga menghasut yang mati atau memberi harga bagi yang sudah mati. Kita tidak pernah tahu, berapa banyak yang mati. Tapi coba lihat, kemarin ada yang mati. Hari ini ada yang mati. Besok entah siapa lagi yang akan mati?
Kita mau mati. Satu pers satu mati. Sampai tiba tunggu giliran kita; mati. Bermacam-macam, beragam-ragam, cara mati. Ada orang mati suri, pahlawan mati sahid, perempuan mati bunuh diri, orangtua mati berdiri, dan perawat mati sakit. Ada sopir mati tabrakan, ada karyawan mati terimpit, ada tubuh mati rasa, hingga orang yang berpura-pura mati. Tinggal pilih bagaimana memilih bagaimana cara mati.
Belajar menghitung yang mati. Sepekan Maret 2004, enam kali orang ditemukan mati. Senin (15-3) pukul 9.00 ditemukan mayat laki-laki tanpa identitas di Perum Bukit Kemiling Permai (BKP), di sebuah gubuk di tengah sawah dalam keadaan tanpa busana. Selasa (16-3), Deden (6,2) bocah yang hanyut di Sungai Way Balau ditemukan di belakang bilangan Hotel Jokio. Dua hari kemudian, ditemukan orangtua yang diduga Gepeng, mati di bilangan Kemiling.
Maudi (88), warga Kasui, Way Kanan, Sabtu (6-3) malam, juga mati, diduga akibat infeksi di bagian telapak kaki kiri, tiga hari di kamar jenazah RSU Abdul Moeloek.
Rabu (10-3), seorang buruh pemecah batu, Yadi (40) mati tertimpa reruntuhan Bukit Kunyit, Telukbetung Selatan, Kamis (18-3), sekitar pukul 14.00. Lalu Minggu (21-3), sekitar pukul 20.00, Tusnani (43) petani, warga Jalan Pahlawan No. 34, Surabaya, Kedaton, ditemukan mati tergantung dengan kain sarung dekat jendela rumahnya.
Betapa banyak kasus orang mati. Di luar sana, perang Irak, kerusuhan Israel, perang saudara di Pakistan, bom Marriott di Bali, bom bunuh diri pasukan jihad, kerusuhan Ambon, dan perang lain-lain.
Setiap ada mati, kita hanya menghitung yang mati. Setiap penemuan yang mati, apalagi anonim, kita bilang yang sudah mati, begitu saja.
Mati anonim menjadi kabar biasa, tidak ada yang peduli dengan yang sudah mati.
Mati itu akan terjadi setiap yang hidup. Yang hidup pasti akan mati. Mati itu takdir Tuhan, manusia tidak punya hak menentukan mati. Kecuali bunuh diri, mati yang dianggap di luar tanggungan Tuhan.
Jangan dulu mati, meskipun kakek sudah mati, nenek juga mati, ayah mati, ibu mati, kakak mati, saudara mati, kekasih mati, adik mati, dan tetangga juga mati. Kenapa takut mati? Jangan takut dengan mati.
Semua akan mati, ajak teman-teman mati, atur bagaiamana cara mati. Jangan sampai mati tak berguna. Jangan lupa doakan juga mereka yang sudah mati. Jangan lupa sampaikan salam pada yang sudah mati. Jangan ganggu mereka yang belum mati, hingga mereka benar-benar mati.