Mohon tunggu...
JOE HOO GI
JOE HOO GI Mohon Tunggu... Penulis - We Do What We Want Because We Can

Author Blogger, Video Creator, Web Developer, Software Engineer, and Social Media Manager in Jogjakarta, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sebilah Pisau Bernama Ormas FPI

7 Januari 2021   08:32 Diperbarui: 20 Januari 2021   04:52 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebilah Pisau Bernama Ormas FPI

Empat bulan setelah Presiden Suharto mengakhiri kekuasaan Orde Baru, ketika euforia Reformasi bergema di segala sudut penjuru di Tanah Air, berdirilah organisasi kemasyarakatan Front Pembela Islam (FPI) yang dideklarasikan oleh Muhammad Rizieq Shihab pada tanggal 17 Agustus 1998. 

Meskipun jejak rekam FPI dalam melakukan aksi-aksi protesnya selalu membawa radikalism politik identitas dari ideologi khilafah Islamiyahnya yang menganggap golongannya yang paling benar sendiri di antara golongan lainnya dan selalu mewarnai aksi-aksi intoleransinya dengan pola-pola anarkism seperti menghujat, mencaci-maki, persekusi dan sweeping tapi realitas yang terjadi selama 22 tahun Negara yang menjunjung tinggi empat pilar kebangsaan tampaknya hanya dapat melakukan pembiaran. 

Entah apa yang menjadi pertimbangan Negara sehingga melakukan pembiaran kepada FPI selama 22 tahun. Kalau pertimbangan Pemerintah melakukan pembiaran kepada FPI karena Pemerintah masih memperhatikan kebebasan berdemokrasi dan semangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) kepada warga negaranya, maka pertimbangan Pemerintah ini saya anggap terlalu mengada-ngada. Sebab sepak terjang FPI dalam setiap aksi protesnya selama 22 tahun yang terjadi justru tindakan yang anti demokrasi dan HAM.

Sejak eksistensi FPI eksis melakukan aksi-aksi protesnya tidak pernah mempedulikan HAM dan memperhatikan etika berdemokrasi sebab sudah terlalu banyak jejak rekam dari aksi-aksi FPI yang telah secara gamblang tanpa ditutup-tupi melakukan serangkaian aksi intoleransi terhadap hak-hak kaum minoritas di negeri ini. Ironisnya, Pemerintah tampaknya seperti tidak berdaya, terasa lemah dan Hukum Negara pun tidak dapat memberikan efek jera kepada setiap aksi brutal FPI. 

Ketika Hizbut Tahir Indonesia (HTI) sebagai ormas dibubarkan lewat Perppu Nomor 2 Tahun 2017, saya menjadi bertanya mengapa hanya HTI saja yang dibubarkan? Mengapa FPI tidak sekalian dibubarkan? Kalau alasannya karena visi dan misi HTI mengusung ideologi khilafah Islamiyah, bukankah visi dan misi FPI dalam AD/ART nya juga mau menerapkan Islam secara kafah di bawah naungan khilafah Islamiyah?

Bahkan menurut saya jika kita melihat dari jejak rekam pada setiap aksi protes yang dilakukan oleh kedua ormas HTI dan FPI ada perbedaan yang sangat krusial, meskipun kedua ormas tersebut sama-sama berjuang menerapkan Islam secara kafah di bawah naungan khilafah Islamiyah. 

HTI dalam setiap aksi protesnya dari awal berdirinya hingga sampai menjelang dibubarkannya selalu memperhatikan ketertiban umum dan berjalan sesuai koridor hukum perundang-undangan yang berlaku. Berbeda dengan FPI dalam setiap aksi protesnya selalu memaksakan kehendak dan selalu mewarnai aksi-aksi intoleransinya dengan pola-pola kekerasan seperti menghujat, mencaci-maki, persekusi dan sweeping.

Kini setelah kegaduhan demi kegaduhan dipertontonkan oleh FPI dan beragam kasus hukum yang menjerat MRS pasca kembalinya MRS dari Mekkah Arab Saudi ke Indonesia, Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani enam pejabat tinggi Lembaga Negara (Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kapolri dan Kepala BNPT) pada akhirnya memutuskan untuk membubarkan FPI dan menempatkan FPI sebagai organisasi terlarang.

Sejak awal saya tidak setuju dengan pembubaran ormas sebab akar kegaduhannya bukan terletak pada ormasnya melainkan para elitenya yang mengendalikan ormas tersebutlah letak dari biang akar kerok persoalan kegaduhannya.

Membubarkan FPI tapi membiarkan para elitenya yang sudah terpapar radikalism politik identitas dari ideologi khilafah Islamiyah tetap bebas eksis, maka sama saja upaya Negara melakukan deradikalisasi terhadap ormas FPI akan mengalami sia-sia. Sebab kesalahan bukan pada nama ormasnya, melainkan para elitenya yang duduk dan mengendalikan ormas FPI lah letak dari biang akar kerok permasalahannya.

Kalau saja ormas bernama FPI para elitenya diisi oleh para ulama ahli sunnah wal jamaah yang sudah teruji kesetiaannya kepada empat pilar kebangsaan dan bernegara: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, maka keberadaan ormas bernama FPI bukanlah suatu ancaman lagi terhadap empat pilar kebangsaan dan bernegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun