Mohon tunggu...
JOE HOO GI
JOE HOO GI Mohon Tunggu... Penulis - We Do What We Want Because We Can

Author Blogger, Video Creator, Web Developer, Software Engineer, and Social Media Manager in Jogjakarta, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kontroversial MRS dalam Perspektif Dialektika Positivisme Hukum

24 November 2020   01:19 Diperbarui: 7 Desember 2020   02:38 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari awal sebelum kepergian ke Arab Saudi selama tiga tahun sampai di dalam pengasingannya hingga kepulangannya sampai hari ini betapa sosok Muhammad Rizieq Shihab (MRS) adalah sosok kontroversial dalam perspektif dialektika positivisme hukum di Indonesia.

Meskipun sosok kontroversialnya hanya sebatas kepada pernyataan an-sich, tapi dari pernyataannya banyak kandungan ujaran kebencian, penghinaan, cacian dan makian yang ditujukan kepada nama lembaga negara tertentu, nama tokoh dari organisasi tertentu, nama etnis tertentu dan nama agama tertentu, sehingga membawa konsekuensi pihak-pihak yang tersinggung yang berimplikasi kepada positivisme hukum sebagai opsi untuk penyelesaiannya.

Dalam dialektika positivisme hukum pidana di Indonesia pernyataan berupa lisan pun bisa berimplikasi kepada tindakan pidana. Meskipun kebebasan berpendapat dilindungi oleh Pasal 28 UUD 1945, tetapi persyaratannya tetap diatur dalam perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kebebasan Berpendapat di Muka Umum dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Traksaksi Elektronik (ITE).

Hak kebebasan berpendapat bukan berarti bebas nilai dan bebas norma dalam berpendapat. Sesuai Pasal 6 UU No.9/1998 dijelaskan bahwa hak kebebasan berpendapat harus menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti menjaga dan menghormati keamanan, ketenteraman, ketertiban umum dan keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

Dalam penjelasannya, menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum adalah tindakan yang dapat mencegah timbulnya bahaya bagi ketenteraman dan keselamatan umum, baik yang menyangkut orang, barang dan kesehatan. Sedangkan yang dimaksud dengan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa di sini adalah tindakan  yang dapat mencegah timbulnya permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suku, agama, ras dan antar golongan dalam masyarakat.

Demikian juga dengan ketentuan yang tercantum pada Pasal 28 ayat (2) UU ITE, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Kegaduhan yang selama ini terjadi pada kehadiran sosok MRS betapa pada setiap pernyataan MRS ke ranah publik selalu saja bertabrakan dengan dialektika positivisme hukum di Indonesia. Kalau saja dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia yang heterogen multikultural, dari awal sampai sekarang MRS mau mengindahkan Pasal 6 UU No.9/1998 dan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU ITE dalam setiap pernyataannya, maka tentunya sampai hari ini kehadirannya dapat diterima oleh semua pihak yang berseberangan tanpa terkecuali.

Tampaknya tidak hanya di era kepemimpinan Presiden Jokowi, sosok MRS bertabrakan dengan dialektika hukum positivisme di Indonesia. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebanyak dua kali sosok MRS harus menjadi pesakitan di kursi terdakwa dan harus mendekam di penjara. Meskipun di era Presiden Jokowi, banyak kasus delik aduan yang diterima oleh MRS, tapi ironisnya selama kepemimpinan Jokowi hingga sampai hari ini HRS belum pernah disidik dan duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa. 

Patut untuk menjadi pertanyaan mengapa MRS yang kebak oleh kasus delik aduan pada era kepemimpinan Presiden Jokowi tapi sampai kini belum juga HRS diproses di kursi pesakitan sebagai terdakwa? Apakah faktor MRS yang telah mengasingkan diri selama tiga tahun di Mekkah, Arab Saudi yang menjadi penyebab beberapa perkara delik aduan yang dipersangkakan kepadanya tidak dapat diproses?

Menurut catatan saya, ada sembilan kasus delik aduan yang diperkarakan kepada MRS sebagai terlapor, saksi dan tersangka, belum termasuk kasus yang sudah mendapat Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), yang sampai sekarang belum dapat diproses akibat MRS buru-buru melakukan pengasingan diri ke Mekkah, Arab Saudi selama tiga tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun