Mohon tunggu...
JOE HOO GI
JOE HOO GI Mohon Tunggu... Penulis - We Do What We Want Because We Can

Author Blogger, Video Creator, Web Developer, Software Engineer, and Social Media Manager in Jogjakarta, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membangkitkan Orde Baru Melalui Proyek Isu Kebangkitan PKI

30 September 2020   04:39 Diperbarui: 6 Oktober 2020   15:08 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Distorsi keempat, adegan kejadian yang mempertontonkan pesta yang diiringi nyanyian dan tarian-tarian erotis para aktivis Gerwani dan Pemuda Rakyat di Lubang Buaya. Padahal realitas sejarah membuktikan menurut kesaksian Sersan Mayor Bungkus, eks anggota Resimen Tjakrabirawa dalam buku Gerakan 30 September, Antara Fakta dan Rekayasa: Berdasarkan Kesaksian Para Pelaku Sejarah (1999), menyatakan bahwa tidak pernah ada pesta yang diringi nyanyian dan tarian di Lubang Buaya.

Distorsi kelima, adegan kejadian yang mempertontonkan para perwira tinggi AD yang diculik ke Lubang Buaya mengalami penyiksaan berat seperti mata yang dicukil, alat kelamin yang dipotong dan wajah yang disayat pakai pisau silet. Padahal realitas sejarah membuktikan dalam laporan jurnal Indonesia, April 1987 sejarawan dan pakar politik Cornell University, Benedict ROG Anderson, mengungkapkan dari hasil visum et repertum oleh tim dokter forensik mengungkapkan para korban jasad perwira tinggi AD masih dalam kondisi utuh dan tidak ada bekas penyiksaan berat seperti yang digambarkan dalam adegan film tersebut. 

Distorsi keenam, adanya properti peta Indonesia yang terpampang di ruang Kostrad di mana wilayah Timor Timur masuk bagian dari Indonesia. Padahal realitas sejarah membuktikan ketika 30 September 1965 Timor Timur belum menjadi bagian dari Indonesia sebab Timor Timur resmi bergabung dengan  Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak 17 Juli 1976.

Sejak bergulirnya era Reformasi 1998 atau tepatnya sejak 24 September 1998, Presiden Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie melalui keputusan Menteri Penerangan, Letnan Jenderal TNI-AD (Purn.) Muhammad Yunus Yosfiah secara resmi telah menghentikan pemutaran film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI ke tengah masyarakat Indonesia untuk setiap tahunnya. Alasannya, film doktrinasi tersebut penuh dengan propaganda Orde Baru yang tentunya tidak sesuai dengan semangat Reformasi.

Bahkan lima bulan setelah Gus Dur dilantik menjadi Presiden telah meminta maaf secara terbuka atas peran NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia kepada para korban yang diindikasikan sebagai PKI dalam peristiwa pembantaian massal pasca 1965. Selama 22 tahun usia reformasi hanya Gus Dur satu-satunya Presiden  dengan langkah beraninya mewacanakan penghapusan Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966. 

Dalam perspektif Gus Dur, harus dibedakan antara ideologi Komunisme dan institusi bernama PKI. Melarang PKI secara institusi dapat diperkenankan dalam negara Demokrasi. Tapi melarang ideologi dan pemikirannya adalah sia-sia dan tidak mungkin dapat dilakukan dalam negara Demokrasi.

Ironisnya film doktrinasi dan propaganda Orde Baru yang dihentikan pemutarannya selama 22 tahun justru sekarang telah dihembuskan kembali oleh mantan Panglima TNI, Jenderal TNI-AD (Purn.) Gatot Nurmantyo ---yang selama ini selalu getol bermanuver memainkan proyek isu kadaluwarsa Kebangkitan PKI--- agar film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI wajib diputar kembali setiap tahunnya ke tengah masyarakat. 

Tampaknya berbagai proyek isu kegaduhan yang digulirkan oleh para agen Orde Baru yang disupport oleh kelompok keluarga Cendana untuk menjatuhkan kewibawaan Pemerintah yang sah secara konstitusional selalu saja mengalami kegagalan. Kini proyek isu kadaluwarsa Kebangkitan PKI yang sudah terkubur selama 22 tahun mulai dibangkitkan kembali dengan harapan siapa tahu dengan proyek isu kadaluwarsa Kebangkitan PKI ini akan membuahkan hasil sesuai target politiknya.

Akhirulkalam, apakah membangkitkan Orde Baru melalui proyek isu kadaluwarsa Kebangkitan PKI akan laku terjual laris ataukah sebaliknya akan mengalami tekor menjadi bahan ocehan dagelan di tengah masyarakat Indonesia? Wallahu A'lam Bishawab.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun