Mohon tunggu...
JOE HOO GI
JOE HOO GI Mohon Tunggu... Penulis - We Do What We Want Because We Can

Author Blogger, Video Creator, Web Developer, Software Engineer, and Social Media Manager in Jogjakarta, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Klitih, Introspeksi Dosa Orangtua dan Solusi Penanganan

17 Januari 2020   09:12 Diperbarui: 18 Januari 2020   08:42 1293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hingga pada akhirnya, tanpa kuduga-duga datang kawan menemui saya mengabarkan kalau dia berhasil mewujudkan niat saya melakukan research study terhadap salah satu pelaku Klitih.

Konklusi yang saya dapatkan dari question and answer antara saya dan beberapa anak Klitih itu ternyata narasi dari akar permasalahannya menunjukkan betapa frustrasinya mereka melihat kondisi morat-maritnya perilaku dari sebagian bangsa orangtuanya jika dibandingkan dengan apa yang mereka perbuat sebagai perilaku anak-anak Klitih.

Bahkan mereka para pelaku Klitih memberikan saran permohonan betapa sebelum perilaku Klitih serta-merta selalu dipersalahkan, maka idealnya jika mau adil sebaiknya lihatlah perilaku para orangtua kita yang selama ini terbukti tidak pernah bisa dipercaya dan gagal total memberikan suri teladan bagi regenerasi anak bangsanya.

Inilah beberapa catatan dalih mereka para pelaku Klitih yang untuk sementara dapat saya rangkum sebagai akar permasalahan munculnya perilaku Klitih. Peranan orangtua yang selama ini terlihat oleh mereka para pelaku Klitih adalah orangtua yang bisanya hanya menguras uang Negara dan merampok uang rakyat dengan perilaku-perilaku korupsinya. 

Orangtua yang telah meletakkan Agama sebagai ajang untuk mencaci-maki, mencari-cari perbedaan perseteruan dan ajang penebar kebencian kepada yang tidak sepaham. 

Morat-marit tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara telah memberikan refrensi sebagai dalih acuan kepada anak-anak pelaku Klitih ini betapa peranan para orangtua telah dianggap gagal memberikan cerminan suri teladan kepada regenerasi anak bangsanya.

Kalau anak-anak ini mau jujur betapa kehadiran mereka sebagai para pelaku Klitih yang konon telah meresahkan khayalak masyarakat Yogyakarta selama lima tahun belakangan ini, tiada lain sebagai wujud ekspresi dari cermin yang didapatkan dari pelaku para orangtuanya. 

Bahkan salah satu dari mereka pun memberikan dalihnya dalam bentuk protes pertanyaan, apa pelaku para orangtua yang melakukan korupsi dan intoleransi tidak disebut pelaku Klitih?

Akhirulkalam, sekarang semua dikembalikan kepada objektifitas hati nurani kita para orang tua, apakah kita para orang tua sudah melakukan intropeksi terdalam terhadap munculnya para pelaku klitih yang dilakukan oleh para anak kita yang masih di bawah umur? Apakah kita para orang tua tetap akan menjatuhkan putusan kesalahan terberat kepada para anak para pelaku Klitih, sementara kita para orangtua hanya menutup mata betapa disadari atau tidak justru kita para orang tua lah sebagai biang kerok akar permasalahan munculnya para anak pelaku Klitih.  Tidak ada asap kalau tidak ada api. Wallahu A'lam Bishawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun