Mohon tunggu...
JOE HOO GI
JOE HOO GI Mohon Tunggu... Penulis - We Do What We Want Because We Can

Author Blogger, Video Creator, Web Developer, Software Engineer, and Social Media Manager in Jogjakarta, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kekacauan Tata Bahasa Tagar 2019 Ganti Presiden

7 Juni 2018   01:33 Diperbarui: 5 Februari 2020   05:10 1437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terhadap maraknya Tagar 2019 Ganti Presiden yang bergulir ke tengah masyarakat akhir-akhir ini, saya anggap sebagai kekacauan tata bahasa jika tidak mau disebut sebagai tindak pengingkaran terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebab memiliki kandungan multi tafsir yang bisa dibelokkan pengertiannya sebagai wujud pengingkaran terhadap Undang-Undang Dasar 1945 sebab makna Ganti Presiden dapat berkonotasi tafsir sebagai niat untuk mengganti Kepala Kekuasaan Pemerintahan di luar Presiden atau di luar Republik sebagaimana yang sudah diatur dalam Pasal 1 UUD 1945 bahwa, Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Selanjutnya dalam Pasal 4 UUD 1945 tertulis bahwa, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

Kalau yang dimaksud Tagar 2019 Ganti Presiden adalah hanya dimaksudkan sebagai kampanye politik untuk tidak memilih lagi Presiden Jokowi pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019, maka seharusnya tata bahasa pada Tagar yang ditulis bukan Tagar 2019 Ganti Presiden, melainkan  Tagar 2019 Pilih Presiden. Atau bila  Tagar 2019 Pilih Presiden dianggap kurang frontal dan radikal di hati para oposisinya, maka bisa langsung ditulis Tagar 2019 Ganti Presiden Jokowi. Lantas mengapa tagar yang dipilihnya harus Tagar 2019 Ganti Presiden yang saya anggap bisa menimbulkan multi tafsir yang bisa disinonimkan maknanya sebagai Tagar 2019 Ganti Republik? 

Saya tidak dapat memahami dan menolak kepada pernyataan Mardani Ali Sera, pentolan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang berulangkali lewat berbagai akun sosmednya menyatakan bahwa Tagar 2019 Ganti Presiden sebagai aksi yang sah, legal dan konstitusional. Apanya yang sah, legal dan konstitusional jika kandungan tata bahasa dari tagarnya saja sudah corat-marut terindikasi secara substansial ingin mengganti Presiden sebagai Kepala Kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia yang sudah diatur dalam Pasal 1 dan 4 UUD 1945? 

Terhadap semaraknya Tagar 2019 Ganti Presiden ke tengah khayalak masyarakat, maka yang terlintas di pikiran saya tiada lain betapa setahu saya Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum menetapkan jadwal kampanye Pilpres 2019, tapi mendadak beberapa partai politik sudah mencuri jadwal start kampanye Pilpres 2019 secara terang benderang dengan memunculkan Tagar 2019 Ganti Presiden ke tengah khayalak masyarakat. Mencuri start kampanye politik Pilpres 2019 secara frontal dan terang benderang ini melalui Tagar 2019 Ganti Presiden telah menunjukkan betapa telah terjadi pelanggaran tindak pidana Pasal 492 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. 

Kalau realitasnya adalah wujud pembangkangan terhadap Pasal 1 dan 4 UUD 1945 dan Pasal 492 UU No.7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, maka apanya yang sah, legal dan konstitusional dari aksi Tagar 2019 Ganti Presiden? Jadilah oposisi yang melek berita, bukan oposisi yang gebyah uyah. Setahu saya Pemilu yang berjalan setiap 5 tahun dari dulu dan sekarang hanya mengenal istilah Pilpres, bukan Ganpres. Lantas apakah mereka yang ada di komunitas Tagar 2019 Ganti Presiden layak diikutsertakan dalam Pilpres 2019? Jawaban jujur ada di hati kalian masing-masing. Wallahu a'lam Bissawab.

Salam, 

Joe Hoo Gi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun