Mohon tunggu...
Jodhi Hermawansyah
Jodhi Hermawansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Public Relation Ilmu Komunikasi FISIP UMJ

Manusia Informal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menyerah adalah Mati

9 November 2020   14:09 Diperbarui: 9 November 2020   14:20 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Merangkak perlahan keluar dari lautan manusia yang ada di Gelora Bung Karno, tujuan utama BMW Z3 di ujung jembatan. Pintu tertutup melenyapkan kebisingan menyisakan kenangan. Opening Ceremony ASEAN GAMES mengundang banyak keringat, haru, dan bahagia. 

Menjadi tuan rumah perlehatan yang istimewa untuk zona asia alasan yang tepat untuk senang. "Mau makan dulu atau langsung pulang pak Jeje." ujar Septono si supir. Jordi Jumawa (46 tahun) Menteri Pemuda dan Olahraga Indonesia, Jeje sapaan akrabnya. 

Menjawab Septono, "langsung pulang ton, mau berendam saya." Mempercayakan kemudi kepada Septono adalah hal yang menenangkan, 7 tahun bekerja sama adalah buktinya. Jeje melamun, Septono mengemudi atau bincang hangat ditengah merayapnya aspal ibu kota.  

Barakuda dipacu melenggang menuju istana idaman sang Kemenpora, tempat paling nyaman sejagat raya. Menoleh spion bagian atas Septono tau hari ini tugasnya hanyalah mengemudi, sebab sang Kemenpora mengunci matanya pada jendela mobil. 

Pertanda Jeje ingin merenung, berdiam diri, dan berpikir. Sang Menteri terpaku mengenang memori, keluh kesah, harapan, impiannya. 11.40, hampir tengah malam dan keramaian tetap terpampang. 

Sabtu malam memang selalu istimewa karena malamnya sang pemabuk cinta bercumbu, malamnya kelompok manusia kelas atas dan bawah berdialog, dan malamnya anak Jakarta hura-hura.

Tatapan pa Menteri tertuju pada satu titik seorang pemuda yang duduk dipinggir aspal meringkuk menandakan ia merasa sedih. Hal yang membuat Jeje terbawa oleh arus kenangan masa lampau. Masa di mana Jeje muda mencari jati diri, mencari cinta sejati, dan mencari sebongkah emas yang bisa dibanggakan di masa mendatang. 

Malam Minggu diBMW jadi tempat untuk sang Menteri memikirkan kilas balik hidupnya, di mana keadaan berbanding terbalik dengan kehidupannya sekarang. Jeje paruh baya memejamkan matanya, Septono pun sudah mengerti jalan pikir pa Menteri.

"Je, Jeje bangun sudah siang!" Seketika Jeje terbelalak dengan suara keras yang berasal dari nyonya kesayanganya, siapa lagi kalau bukan ibunya. Tanpa berpikir panjang, ia pun bangkit dari matrasnya yang empuk lalu mengambil handuknya dan menyiram kepala hingga kakinya. 22 tahun sudah ia hidup di dunia yang datar ini. 

Hidupnya (katanya) datar entah ia yang mati rasa atau memang datar adalah kondisi yang tepat untuk menjelaskan hidupnya. Berlatar belakang keluarga yang kental agama membuat dirinya (dipaksa) terbawa arus. 

Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah adalah bukti dirinya terbawa arus. Jeje pun menjadi remaja dengan kemampuan agamis yang mumpuni walaupun hanya urusan mengaji yang bisa dibanggakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun