Mohon tunggu...
Putu Hadi Purnama Jati
Putu Hadi Purnama Jati Mohon Tunggu... Administrasi - Simple Life, High Thinking

Blogger Teknologi, Penggemar Wordpress dan SEO.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jero, Hero, Zero

8 September 2014   02:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:21 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gunung Batur adalah Gunung ketiga tertinggi di Bali setelah Gunung Agung dan Gunung Batukaru. 2 kali saya pernah mendakinya dan melihat keindahan Bali Utara yang sangat cantik dan luar biasa. Kawasan Batur memang tak semoncer pariwisata di Bali selatan karena ini adalah kawasan wisata yang sangat berbeda dimana para pelancong lebih sering melihat pantai ketimbang pemandangan alam seperti perbukitan dan Gunung. Walaupun gaung Pariwisatanya tak sekeras Bali Selatan, Bali Utara bisa dibilang punya peran penting dalam kelahiran seorang pemimpin besar di Indonesia.

[caption id="attachment_357809" align="aligncenter" width="560" caption="Gunung Batur yang Indah, source : Dokumentasi Pribadi"][/caption]

Hampir semua orang pasti tidak terlalu mengetahui bahwa Ibunda seorang Proklamator kita berasal dari Bali Utara. Ya, Ni Nyoman Rai Srimben yang lebih dikenal dengan Ida Ayu Nyoman Rai adalah seorang wanita berasal dari Banjar Baleagung, Buleleng. Pertemuannya dengan seorang Guru Pendatang bernama Raden Sukemi Sosrodihardjo akhirnya melahirkan Soekarno yang seperti kita ketahui adalah seorang yang jasanya sangat besar dalam kemerdekaan Indonesia.

Kembali ke Batur, saya punya sebuah pengalaman menarik semasa SMA di Gunung yang kawasannya sering juga dijadikan tempat KKN para Mahasiswa. Adalah Kemah Ilmiah yang membawa saya pertama kalinya menemui keindahan bentangan pemandangan Danau dan Gunung Batur. Selama belasan tahun tinggal di Bali Utara tepatnya Kabupaten Buleleng, baru saat itulah saya mengetahui bahwa kawasan wisata di Bali bukan hanya Kuta dan sekitarnya. Sebagai anak SMA rata-rata, kemah tentu menjadi sebuah kegiatan yang sangat menarik karena itu cara satu-satunya untuk menikmati alam dan berlatih mandiri jauh dari orangtua plus tentunya dengan kesenangan berkumpul ala anak remaja.

[caption id="attachment_357810" align="aligncenter" width="640" caption="Desa Songan di Kaki Gunung Batur, source : jawarapost.blogspot.com"]

1410092981716385731
1410092981716385731
[/caption]


Tentu karena kegiatannya bernama “Kemah Ilmiah”, maka hal yang dilakukan di kawasan Batur bukan cuma duduk-duduk menikmati pemandangan Danau Batur dan mendaki ke puncak Gunung Batur. Para Siswa dibagi dalam beberapa kelompok dan tiap kelompok harus melakukan sebuah penelitian di kawasan Batur.  Saya sebagai siswa yang ikut ekskul KIR tentu serta merta langsung ditunjuk menjadi Ketua Kelompok untuk bagian penelitian. Topik Penelitian sendiri sudah ditentukan oleh sekolah dan mau tidak mau harus dilaksanakan dan setelahnya diseminarkan di sekolah. Saya masih ingat betul apa judul yang diberikan sekolah kepada kelompok saya, judulnya adalah “Fenomena Jero di Desa Songan”.

Penelitian kelompok saya ini adalah menyingkap misteri mengapa setiap orang di Desa Songan dinamai “Jero”. Ini sangat berbeda dengan nama-nama orang Bali pada umumnya seperti “Putu”, “Ketut”, “Wayan”, “Gede”, dsb. Sayang saat itu kamera digital adalah barang yang sangat mahal dan kelompok saya tidak ada satupun yang bisa mengabadikan momen penelitian saat itu karena memang tidak ada yang memiliki kamera digital (termasuk saya). Kami mewawancarai beberapa tetua adat tentang apa asal muasal nama “Jero” diberlakukan di Desa Songan dan mengapa tidak mengikuti nama-nama baku orang Bali yang sudah ada. Jero sendiri merupakan sebuah panggilan bagi para Pendeta di Bali yaitu “Jero Mangku”. Maka tak jarang kita dengar seseorang dipanggil “Pak Jero” maupun “Bu Jero” di Bali yang berarti ia merupakan seorang Pendeta ataupun istri/suami dari Pendeta.

Berkaitan dengan nama “Jero” di Songan, itu ternyata sama sekali tidak ada hubungannya dengan panggilan orang suci tetapi lebih kepada sebuah fenomena aneh jaman dahulu dimana anak yang lahir di Songan akan sakit bila tidak dinamai Jero. Saya masih ingat samar-samar, ini juga erat kaitannya dengan “Bhatara” yang dipuja oleh masyarakat Desa Songan sehingga setiap anak yang lahir disana harus dinamai Jero. Penelitiannya berhasil saya selesaikan dan seminarkan dan hasil peringkatnya tidak jelek-jelek amat dibandingkan dengan kelompok lain. Tetapi ada 1 hal yang sebenarnya mungkin daritadi anda perhatikan tentang nama “Jero”, pernahkah didengar belakangan ini?

Ya, Jero Wacik adalah salah satu Putera kebanggaan Songan yang berkali-kali disebut ketika saya mewawancarai Tetua Adat di desa tersebut. Putera asli Songan yang satu ini menjadi buah bibir di desanya karena berhasil menasional setelah menjadi Menteri Pariwisata (di kala itu). Tentu tak heran sebagian besar warga Songan selalu mengelu-elukan sang Menteri kala itu karena bak sebuah cerita dongeng dimana anak dari kampung bisa menjadi seorang tokoh besar. Tak hanya itu, Jero yang lahir dan besar di Singaraja juga merupakan panutan bagi banyak orang Bali khususnya siswa di Singaraja terutama SMP N 1 Singaraja dan SMA N 1 Singaraja dimana Jero Wacik pernah bersekolah.

SMAN 1 Singaraja memajang foto besar di ruang alumninya, siapa sih yang tidak bangga jika almamaternya adalah seorang Menteri dan sekaligus Tokoh berpengaruh di Bali. Jero Wacik memang dikenal adalah seorang anak yang cerdas. Saat itu mungkin tak banyak seorang anak yang ingin melanjutkan pendidikan ke Jawa dan Jero Wacik adalah salah satu yang meneruskan pendidikannya ke luar Pulau. Ia tidak hanya sekedar mampu melanjutkan pendidikan ke luar Bali, ia memang seorang yang pintar. Jero meluluskan pendidikannya di Teknik Mesin ITB pada Tahun 1983 dan 9 tahun kemudian berhasil lulus di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Dia bukanlah Mahasiswa biasa saja di ITB, Jero merupakan Mahasiswa Teladan ITB 1973. Tak hanya itu, Jero Wacik juga menulis beberapa buku seperti “Fisika untuk SMA” dan “Matematika untuk SMA”. Khusus buku kedua, saya mempelajarinya saat tahun pertama menempuh Ilmu Statistik di Jakarta dan saya hanya tersenyum simpul melihat nama Penulis bukunya yang pernah saya teliti semasa SMA dulu.

Setelah bekerja di PT United Tractors sebagai Asistant Services Manager dan meniti karir hingga mencapai posisi Government Sales Manager, ia memutuskan keluar di tahun 1992 dan membuat usahanya sendiri. Ia sukses menjadi pengusaha di bidang kepariwisataan dan tekstil dengan membuat 3 Usaha yaitu PT Griya Batu Bersinar, PT Pesona Boga Suara, dan PT Putri Ayu (bergerak di bidang Tekstil). Setelah terjun di bidang politik dengan masuk Partai Demokrat, Jero Wacik meraih puncak karirnya dengan dipercaya sebagai Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata di era pertama Kepemimpinan SBY menjadi Presiden Indonesia. Sampai pada akhirnya ia dipercaya sebagai Mentri ESDM ketika reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu II menggantikan Darwin Zahedy Saleh.

[caption id="attachment_357811" align="aligncenter" width="615" caption="Jero Wacik Menteri ESDM , http://www.szaktudas.com/"]

14100930911180061100
14100930911180061100
[/caption]

Banyak cerita-cerita yang mewarnai Karir Jero Wacik mulai dari yang inspiratif sampai kurang enak didengar. Konon katanya Jero Wacik kecil pernah bersalaman dengan Presiden Soekarno yang notabene juga memiliki darah Bali seperti yang saya ceritakan di awal. Beliau dipesani agar belajar dengan baik agar menjadi anak yang berguna bagi Nusa dan Bangsa. Gubernur Bali, Mangku Pastika mengatakan bahwa Jero Wacik adalah Tokoh Masyarakat Bali yang dikenal dan merupakan sosok yang sederhana juga memberikan inspirasi. Tak jarang juga cerita miring tentang dirinya yang kebanyakan mengatakan bahwa Jero Wacik pelit. Beberapa kali saya mendengar cerita dari teman ITB yang katanya mencoba meminta sumbangan tetapi kurang ditanggapi. Terakhir, Jero dikatakan tidak peduli dengan daerah asalnya dan kurang bersosialisasi dengan warga Masyarakat Desanya jika sedang pulang kampung.

Jika saya sedang berada di Bali, mungkin Ibu saya yang melihat Pak Menteri dijerat KPK ini akan mengatakan kepada saya bahwa “Kalo jadi orang sukses jangan lupa sama asalnya dimana, nanti salahang(dikutuk) leluhur”. Ya, pastinya banyak orang Bali sekarang akan menggunjingkan kasus yang menerpanya sebagai “Karma” yang diterima sang Menteri oleh karena hal negatif yang  sering orang-orang katakan tentangnya. Karma atau tidak, faktanya Jero Wacik sekarang sedang menjadi pesakitan KPK setelah ditetapkan status Tersangkanya.

[caption id="attachment_357812" align="aligncenter" width="700" caption="KPK tetapkan Jero Wacik tersangka , source : http://data.tribunnews.com/"]

14100931432017084916
14100931432017084916
[/caption]

Jero Wacik seharusnya menunaikan masa tugasnya sebagai Menteri ESDM sebulan lagi. Malang tak dapat ditolak, ia akhirnya dijadikan Tersangka oleh KPK akibat kasus pemerasan yang diduga dilakukan olehnya di Kementerian ESDM. Segala perjuangan dan harum namanya selama ini menjadi sia-sia oleh karena 1 noda besar bernama “korupsi” yang diduga dilakukan olehnya. Belum lagi KPK mengatakan Jero adalah seorang yang suka hidup mewah. Tersiar kabar bahwa Istri Pak Menteri juga pernah belanja sampai milyaran rupiah di Swiss. KPK dengan jelas mengatakan bahwa gaya hidup Jero Wacik serakah karena pendapatannya sebagai Menteri sebenarnya sudah lebih dari cukup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun