Mohon tunggu...
Jingga
Jingga Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

M

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Pluralnya Makna Hidup pada Diri Manusia yang Tergambar dalam "Heaven" Karya Mieko Kawakami

19 Agustus 2021   04:52 Diperbarui: 19 Agustus 2021   05:03 1003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini pikiran saya sebenarnya buram. Saya teringat seseorang yang mengetarkan jantung. Mencoba mengalihkan pikiran tersebut, saya menyelesaikan bacaan yang bisa dibilang mangkrak pada chapter terakhir buku. Membahagiakan. Saya menyelesaikan novel ini. Saatnya saya me-review apa saja yang saya dapatkan dari buku ini.

Kegemaran saya kepada Kawakami bermula ketika membaca Ms. Ice Sandwich. Begitu ringan tetapi menarik. Heaven ini saya rasa begitu asik untuk dibaca (meskipun berakhir mangrak, itu bukan karena alur yang melelahkan, percayalah itu hanya karena mood saya saja haha). 

Keunggulan sastra Jepang adalah gaya bercerita yang santai tetapi tidak mendayu-dayu. Pada bagian pertama buku, diceritakan seorang anak muda yang mendapat rundungan dari teman-temannya. Ia mempercayai penyebab utama ia dirundung adalah matanya. Matanya berbeda dengan anak lain.

Datanglah tokoh Kojima, yang saya percayai adalah cinta pertama narator dalam novel. Kojima yang sebenarnya juga korban perundungan, mengirim surat kepada narator dan mengajak untuk berteman. Kojima merasa ia dan narator berbagi nasib yang sama.

Setelah beberapa chapter, saya akhirnya menemukan apa maksud dari Heaven Kawakami. Heaven merupakan sebuah tempat, lebih fokusnya adalah museum dimana disimpan suatu lukisan yang menurut Kojima layaknya surga. 

Saya rasa ini semacam utopia yang diciptakan tokoh Kojima mengenai bagaimana seharusnya ia berada. Bukan di rumahnya yang tak lagi sama, bukan di sekolah dimana teman merundungnya.

Ideologi Kojima yang berusaha ia tanamkan ke Narator saya anggap menarik tetapi gegabah. Mempertahankan sesuatu dengan cara membuatnya layaknya masa lalu, seperti saat Kojima selalu berpenampilan dekil untuk mempertahankan ingatan kemiskinan tampak cukup bodoh untuk saya. Ia hidup dimasa lalu. Ia menyianyiakan kehidupan yang dijalani.

Narator menyelesaikan narasi dengan menceritakan apa yang ada dipikirannya kepada ibunya. Cukup epik. Narator memiliki ideologinya sendiri. Tidak terpaku pada Kojima. 

Tidak pada cinta pertamanya. Narator mengoperasi mata anehnya, dan menemukan surga juga. Layaknya Kojima pada lukisan di museum. Mengenai hubungan dengan Kojima? Kalian bisa imajinasikan sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun