Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pers Kita Memang Sedang Tidak Baik-baik Saja

13 Februari 2023   08:27 Diperbarui: 13 Februari 2023   10:00 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kebebasan pers (THINKSTOCKPHOTOS)

Jika Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada peringatan Hari Pers Nasional di Medan (9/2/2023) mengkawatiri konten pers kita yang "tidak baik-baik saja", maka sebenarnya para jurnalis negeri ini justru tengah kkawatir akan media wahana yang mereka tumpangi terutama cetak, satu-per-satu akan ambruk.

Jokowi mengatakan, jika dulu isu utama dunia pers adalah kebebasan, tetapi sekarang sudah bergeser. 

Pers, kata Jokowi, sekarang ini justru sudah bebas, setiap orang membuat berita. Pers yang ia maksud mencakup seluruh media informasi, termasuk tampilan digital.

Membanjirnya berita dari media sosial dan media digital lainnya, termasuk berbagai platform asing yang dikendalikan oleh algoritma raksasa digital, hanya mementingkan sisi komersial, "Mendorong lahirnya konten-konten receh yang sensasional, mengorbankan nilai-nilai jurnalisme. Hal semacam ini tidak boleh mendominasi kehidupan masyarakat kita. Saat ini, masalah yang dihadapi adalah membuat pemberitaan yang bertanggung jawab," kata Jokowi pula.

(Sebenarnya tidak hanya kontennya, Pak Jokowi. Bahkan wadahnya pun kini sedang mengalami disrupsi. Kebaruan yang lebih efisien yang melanda teknologi informasi, kini terlihat makin cepat dan makin pasti telah mendekonstruksi  industri informasi. Terutama media cetak...)

Disrupsi Christensen

Praktis 25 tahun setelah Clayton M Christensen membabar Teori Disrupsinya (The Innovator's Dilemma, 1997), bahwa masifnya inovasi dan kreativitas bisnis yang baru akibat perkembangan teknologi digital telah meruntuhkan cara-cara bisnis lama, kini sudah nyata mewujud di Indonesia.

Tak hanya di industri media terkena disrupsi. Akan tetapi juga industri hiburan seperti matinya bioskop-bioskop tergilas YouTube, dan bubarnya berbagai gerai akibat digerus penjualan online. Juga bisnis transportasi online telah ikut meredupkan taksi-taksi tradisional.

Sejumlah media cetak yang sempat eksis dan dominan di masanya, kini sudah berhenti beroperasi seperti Sinar Harapan, Jurnal Nasional, Koran Bola, Koran Tempo hingga Suara Pembaruan sudah mengumumkan pamit di akhir 2020, dan mulai Februari 2021 sudah pamit dari peredaran...

Akhir tahun 2022, kelompok media besar Kompas Gramedia juga sudah mengumumkan, bahwa mulai Januari 2023 media terbitan mereka, Tabloid Nova serta bacaan berkala anak-anak, majalah Bobo yang menjadi salah satu kebanggaan grup tersebut di masa lalu, juga menyatakan pamit tidak lagi terbit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun