Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Media Internasional Kecam Masifnya Gas Air Mata

9 Oktober 2022   08:45 Diperbarui: 10 Oktober 2022   11:11 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penembak Gas Airmata (Istimewa)

Presiden Joko Widodo mengungkapkan Sabtu (8/10), Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) tidak menjatuhkan sanksi pada Indonesia setelah peristiwa tragis di Stadion Kanjuruhan yang menelan korban 131 jiwa usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya 1 Oktober.

Meski demikian, media internasional mengecam keras pemakaian gas air mata oleh pihak keamanan Indonesia, serta kurang memadainya pintu darurat stadion sehingga membuat jatuhnya banyak korban.

"Polisi lebih mementingkan penertiban para pendukung sepak bola, ketimbang mengedepankan keselamatan," tulis surat kabar terkemuka Amerika Serikat, The New York Times, yang mengunjuk pemakaian zat kimia gas airmata ke arah kerumunan penonton. Maka dalam kepanikan, para penonton yang mengalami sesak nafas pada melarikan diri, sebagian menaiki pagar, dan terjebak saat mencari pintu keluar yang sempit dan hanya cukup untuk keluar dua tiga orang. Sehingga puluhan orang menjadi korban.

"Reaksi berlebihan para polisi keamanan, justru semakin memperparah dan memperbanyak jatuhnya korban," tulis The New York Times pula, yang mengungkapkan bahwa suasana antara meratap dan amarah campur baur di antara kerabat keluarga, menangisi sanak saudara mereka yang jadi korban.

Para pengamat hak asasi, tulis surat kabar Inggris The Guardian, mengingatkan bahwa penggunaan "gas pengendali massa" tidak diperkenankan digunakan di lingkup lapangan menurut petunjuk aturan FIFA, baik oleh polisi maupun petugas keamanan di stadion.

Dari tayangan di lapangan, jelas terlihat begitu chaos saat para penonton panik menaiki pagar untuk menghindarkan diri dari kepulan asap gas airmata yang tebal. Beberapa orang terlihat kebingungan, membawa penonton yang terluka. Dan menemui pintu darurat yang buntu.

"Mereka yang bertanggung jawab harus diadili secara terbuka, dan bukan hanya dikenai sanksi adminstratif," kata Usman Hamid, salah satu pejuang hak asasi, ketika diwawancarai surat kabar terbitan Inggris itu.

"Bagaimana bisa gas air mata masih diperbolehkan digunakan (di Indonesia) untuk mengatasi para penonton sepak bola?" ungkap aktivis Amnesti Internasional, Veronica Coman, yang menyebut pemakaian gas air mata itu tidak hanya dilarang. Akan tetapi juga, pemakaian dengan tujuan penertiban penonton sepak bola sebagai "tindak penyiksaan". Mereka bukan demonstran jalanan. Maka, kata Veronica Cowan, sebaiknya pimpinan polisi tidak cukup hanya mencopot (Kapolres Malang), Ferli Hidayat, akan tetapi juga dia sendiri harus mundur dari jabatannya.

Dicermati Lagi Jumlah Korban

Veronica Cowan juga berharap, agar Presiden Joko Widodo lebih mencermati lagi jumlah korban jiwa, yang ia perkirakan lebih buruk lagi dari jumlah korban yang resmi diungkapkan.

Kantor berita AS, Associated Press (AP) mengatakan bahwa sebelum tembakan gas air mata dilepaskan ke penonton, juga aparat keamanan di sana-sini menghalau para pendukung sepak bola Arema itu dengan pentungan, seperti layaknya perusuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun