Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

[In Memoriam] Gus Im dan Tombak Nenggala

1 Agustus 2020   17:21 Diperbarui: 4 Agustus 2020   05:56 1722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar twitter soal Gus Im meninggal (NU) (Sumber: www.kompas.com)

"Udahlah, untuk saya saja. Demi kepentingan politik...," kata Gus Im di depan meja saya. 

"Urusan politik apa sih Gus?" kata saya, sembari terus mengetik. Maklum, tidak mau dikejar deadline saat menulis berita, jika ditulis malam hari. Dan sudah berkali-kali aku bilang padanya, tombak itu tidak ku jual.

"Nanti aku kasih tahu...," katanya.

Gus Im dan Gus Dur (Foto: Indopolitika.com)
Gus Im dan Gus Dur (Foto: Indopolitika.com)
Kenapa tombak Nenggala yang dia incar? 

Nah, inilah keunikan Gus Im. Pertarungan politik di Gedung MPR-DPR RI saat itu (Oktober 1999), ternyata menurut dia disimbolkan dengan tombak Nenggala -- yang ketika saya dapat, wujudnya hitam kelam, lekat dengan lapisan tebal hitam (mungkin karena terlalu sering dipakai memotong tuntut gedhang), sehingga tidak terlihat, apakah tombak Nenggala itu berpamor atau tidak.

"Berani bertaruh rokok sebungkus, nggak bakal ada pamornya," kata Gus Im suatu suatu ketika saya titip mewarangi tombak tersebut pada Zaenal di pinggir Kali Malang di Bekasi.

Ternyata, tombak Nenggala itu ketika sudah diwarangi oleh Zaenal, memunculkan pamor yang di luar dugaan. Yang di sisi lurus, tegak menjulang, berpamor Pandhita Abala Pandhita (salah satu motif pamor berbentuk gunungan-gunungan tinggi, berlapis sampai ke dasar bilah) dan yang melengkung tajam ke bawah seperti busur, berpamor Raja Abala Raja.

Dalam pengertian tradisional perkerisan di Jawa, pamor Pandhita Abala Pandhita adalah "pendhetanya pendheta". Alias pendeta atau pemimpin agama yang berbala pemimpin-pemimpin agama lainnya. Sementara Raja Abala Raja, adalah Raja yang berbala atau memiliki pengikut raja-raja.

"Ha, ha, ha..... Urusan pemimpin negeri kok seperti tombaknya Jimmy," kelakar Gus Im, kepada Zaenal, juga kepada sobat dekatnya di perkerisan, Budiarto Danujaya yang kebetulan juga wartawan Kompas.

Ternyata, setelah dimahari paksa (dibeli paksa oleh Gus Im), perkiraan "politik negeri kok seperti tombaknya Jimmy" itu jadi kenyataan. 

Gus Dur yang partainya PKB hanya meraih 12 persen pada Pemilu 1999, mengalahkan Megawati di Pilpres. Padahal pemimpin partai pemenang pemilu (PDI Perjuangan) ini menang di pemilu 33 persen. Lha kok di sidang MPR, Gus Dur yang didaulat Poros Tengah ini menang 60 suara, 373 lawan Megawati 313 suara!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun