Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dijajah Bangsa Sendiri Lebih Menyakitkan Dari Pada Dijajah Bangsa Asing

22 Juli 2016   22:10 Diperbarui: 23 Juli 2016   01:48 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernahkah mendengar ungkapan yang mengatakan “dijajah bangsa sendiri lebih menyakitkan dibandingkan dengan dijajah bangsa asing?”

Awalnya saya tidak terlalu percaya tentang ungkapan itu. Namun perjalanan kehidupan itu membuat kita dapat memetik pelajaran apakah itu benar terjadi. Mudah-mudahan di Indonesia tidak demikian.

Siapakah bangsa penjajah di zaman lalu? Tentu tidak sulit bagi kita untuk mengatakan Belanda menjajah Indonesia 350 tahun dan Jepang 3,5 tahun, Inggris menjajah Malaysia, Singapura, Perancis menjajah Aljazair, Maroko, Spanyol menjajah negara-negara Amerika Latin seperti Argentina, Brazil, dll.

Semua rakyat di negara yang dijajah itu di masa lalu selalu mengatakan kehidupan sangat buruk, karena tidak ada kebebasan dan memang demikianlah fakta negara yang dkiuasai oleh bangsa lain.

Namun setelah negara terjajah itu bebas, tidak semua seindah yang diharapkan. Maka muncullah ungkapan “dijajah bangsa sendiri lebih menyakitkan dibandingkan dengan dijajah bangsa asing.”

Ironisnya negara-negara yang dulu menjajah mereka sepertinya cepat berubah agar citra negatif dan buruk itu bisa dihilangkan. Inggris dan Belanda saat ini bukan dianggap lagi sebagai bangsa “penghisap darah” sebagaimana sering ditujukan kepada bangsa penjajah.

Kalau kita berkunjung ke Jepang misalnya, kejujuran rakyatnya saat ini membuat citra penjajah yang kejam itu sepertinya tidak berbekas. Kalau ada pertandingan sepak bola di stadion, maka saat turun minum orang akan membeli makanan atau minuman ke luar dan agar tempat duduknya tidak diambil orang lain maka dompet atau handphonenya akan ditinggalkan di kursinya. Setelah mereka kembali ke tempat duduknya, tidak ada yang hilang. Orang-orang Indonesia yang mengetahui itu hanya bergumam, “padahal mereka tidak beragama dan tidak percaya Tuhan ya?”

Contoh lain saat bertanya kepada polisi di bandara Haneda, Tokyo, Jepang di mana letaknya toilet, maka polisi itu bukan menunjukkan di mana tempatnya, tapi dia berjalan sekitar 150 meter dan setelah di depan toilet dia menunjukkannya dengan tersenyum.

Timbul dalam pemikiran apakah mungkin orang-orang yang terjajah itu setelah bebas sekarang harus belajar agar bisa menggunakan kemerdekaan itu dengan baik? Sebaliknya orang-orang penjajah itu sepertinya juga belajar agar citra buruk dan jahat di masa lalu itu bisa dihilangkan.

Kita mendengar bahwa selama 350 tahun djajah kehidupan rakyat kita sangat menderita karena sikap penjajah yang kejam. Semoga di alam kemerdekaan ini kita menjadi orang-orang yang bisa terhindar dari perilaku buruk penjajah (seperti perilaku korupsi, pemerkosaan, pencurian, penipuan, dan kejahatan lainnya), Semoga semua murid dan guru bisa memahami ini sedini mungkin sehingga orang Indonesia akan dikenal sebagai masyarakat yang jujur dan pekeja keras.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun