Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

ITB dan UI: Bisakah Menciptakan Alat Penghisap Kabut Asap?

23 September 2019   10:56 Diperbarui: 23 September 2019   11:05 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DokpriAsap tebal akibat kebakaran memang sangat membahagiakan kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya sehingga perlu diciptakan alat untuk menyedotnya (dok. Pribadi).

Bukan karena kicauan Michelle Bachelet, Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (KT HAM PBB), dalam akun twitternya @mbachelet pada hari Minggu, 22 September 2019 yang mengatakan "Polusi udara membuat anak-anak rentan mati" yang membuat kita perlu peduli. 

Kicauan itu memang terkait dengan dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia. Tapi dampak asap itu sendiri secara nyata merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup manusia di Sumatera dan Kalimantan.

Salah satu dampaknya misalnya semua penerbangan di bandara Silangit, Sumatera Utara tanggal 22 September 2019 telah dibatalkan akibat kabut asap itu karena sangat berbahaya bagi penerbnagan.

Kita masyarakat Indonesia tidak perlu memperdebatkan apa penyebabnya. Karena sejak lama kita sudah mengetahui dua penyebabnya yakni akibat ulah manusia karena membakar hutan dan lahan dan secara alami lahan gambut memang bisa menyebabkan kebakaran di bawah permukaan tanah yang pada akhirnya menimbukan kebakaran yang menimbulkan asap.

Kini yang lebih penting dan mendesak adalah apakah putra-putri Indonesia tidak mampu menciptakan alat atau mesin penghisap asap itu? Itu bukan saja bermanfaat saat karhutla yang menimbulkan asap yang membahayakan kesehatan manusia, tetapi setiap ada kebakaran alat penghisap asap itu bisa digunakan. 

Bahkan untuk membersihkan udara kota alat itu bisa digunakan untuk mengurangi kekotoran kota. Kita belum lupa bahwa kota Jakarta misalnya dinyatakan sebagai kota dengan udara terkotor di dunia tahun 2019 ini.

Dalam menyiapkan alat penghisap asap itu jika diperlukan dana atau anggaran untuk pembelian alat, maka sebaikya pemerintah menyediakannya demi tujuan yang lebih besar yakni membersihkan udara yang sangat diperlukan bagi kehidupan. 

Mungkin Kementerian Keuangan dan Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan bisa bekerjasama untuk menyediakan anggaran ini. Bahkan perusahaan yang melakukan pembakaran hutan dan lahan itu dapat diminta untuk menyediakan anggaran itu.

Dalam kaitan ini fakultas teknologi lingkungan Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia bisa diminta untuk merancang atau menciptakan alat itu.

Kementerian Lingkungan Hidup sudah membuat peta kebersihan udara di Indonesia. Dalam peta tanggal 23 September 2019 misalnya disebutkan bahwa udara di provinsi Jambi dan Kalimantan Tengah sudah berbahaya bagi kesehatan. Bahkan beberapa sekolah sudah diliburkan.

Ini merupakan tantangan bagi anak-anak muda Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun