Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasus drg. Romi, Bertentangankah dengan Hukum Nasional dan Internasional?

5 Agustus 2019   15:53 Diperbarui: 5 Agustus 2019   20:33 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Antara/Muhammad Arif Pribadi.

Harus kita akui bahwa perlindungan hak asasi masih perlu ditingkatkan. Kita lihat saja kasus yang menimpa Dokter Gigi (Drg.) Romi Syofpa Ismael (33 tahun). Lulusan Fakultas Kedokteran Gigi di Universitas Baiturrahmah, Padang ini bekerja di Puskesmas Talunan, Kecamatan Sangir Balai Janggo, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Awalnya dia bekerja secara normal dengan kondisi tubuh sehat sejak tahun 2015 sebagai pegawai tidak tetap (PTT) di Puskesmas Talunan tersebut.

Namun tahun 2016 setelah melahirkan drg. Romi mengalami kelumpuhan pada kaki sejak di mana tungkai kakinya lemah sehingga tidak dapat digerakkan.

Namun dalam kondisi demikian drg. Romi tetap bisa bekerja walupun harus menggunakan kursi roda. Tahun 2017, Romi mendapat kenaikan status sebagai tenaga honorer lepas bahkan diberi fasilitas rumah dinas di dekat Puskesmas Talunan.

Setiap hari dia menggunakan kursi roda dan berjalan dengan kursi roda dari rumah dinas ke Puskesmas sejauh 50 km, dan rata-rata menangani lima pasien setiap hari.

Tahun 2018, Romi melihat ada kesempatan untuk menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan Romi beranggapan dia memenuhi syarat untuk itu, lalau dia ikut melamar. Rupanya Romi lulus dan dinyatakan diterima karena menempati ranking satu dari semua peserta. Namun, tidak lama kemudian kelulusan Romi itu dibatalkan karena kondisi fisiknya dianggap tidak memenuhi persyaratan sehat jasmani yakni tidak bisa berjalan normal dan harus menggunakan kursi roda. Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (BKPSDM) Solok Selatan mengatakan bahwa pembatalan Romi sebagai PNS di Pemkab Solok Selatan telah melalui proses yang panjang.

Karena berita tentang pembatalan kelulusan drg. Romi viral atau merebak di media sosial, maka Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko berkenan menerimanya tanggal 1 Agustus 2019 di kantor KSP. Dalam pertemuan itu, Moeldoko menyayangkan penganuliran kelulusan Drg. Romi sebagai CPNS, terutama karena Drg. Romi telah mengikuti seleksi tahapan CPNS dengan baik.

Bagaimana hukum nasional dan hukum internasional melihat kasus drg. Romi ini?

Undang-undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas disahkan di Jakarta pada tanggal 15 April 2016 oleh Presiden Joko Widodo.

Dalam penjelasannya, antara lain disebutkan bahwa penyandang disabilitas seharusnya mendapatkan kesempatan yang sama dalam upaya mengembangkan dirinya melalui kemandirian sebagai manusia yang bermartabat. Pemerintah Indonesia juga berketetapan hati untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak penyandang disabilitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun