Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"A Nation in Wasting"

23 November 2018   09:27 Diperbarui: 23 November 2018   10:09 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dulu Adam Schwarz menulis buku tentang Indonesia berjudul " A Nation in Waiting."  Buku itu berceritera tentang resesi ekonomi yang menimpa Indonesia, kejatuhan Soeharto, hingga peristiwa menjelang pemilihan umum tahun 2004. 

Seperti judulnya buku itu sedang menunggu apa yang akan terjadi di Indonesia.Kini setelah era reformasi, bukan saja kekuasan Orde Baru yang sangat sentralistik tumbang dan ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto, dan berakhirnya peran tentara yang terlalu mendominasi, tetapi Indonesia yang sedang dalam penantian (a nation in waiting) menurut Adam Schwarz itu kini telah berubah total. Mungkin sendainya Pak Harto masih hidup, dia tidak bisa lagi mengerti kehidupan Indonesia saat ini.

Di samping banyak sisi positif, ada juga peluang yang dibuang percuma, makanya judul buku Adam Shcwarz itu bisa dipelesetkan menjadi "A Nation in Wasting" yakni bangsa yang tidak mampu memanfaatkan keadaan. 

Di zaman Orde Baru tentu tidak mungkin kebebasan yang kita nikmati sekarang ini bisa terjadi. Dosen yang mengajarkan sesuatu dan menggambarkan kenyataan yang ada bisa dipangggil oleh pihak keamanan. Akibatnya,  kemajuan akademik sulit dinikmati saat itu. Semuanya harus berpikir seragam seperti yang sudah ditetapkan.

Namun setelah era reformasi dan dunia yang sudah amat bebas ini sepertinya banyak peluang yang seharusnya bisa diwujudkan di zaman Orde Baru, malah tidak dimanfaatkan dan itu adalah membuang percuma (wasting). 

Perilaku korupsi yang masih dilakukan para kepala daerah dan politisi merupakan buang-buang kesempatan itu, bahkan itu lebih buruk dari pada perilaku korupsi di zaman Orde Baru. Korupsi di zaman Orde Baru mungkin karena "keterpaksaan" namun di era reformasi ini banyak kepala daerah dan politisi yang sudah memiliki kekayaan miliaran rupiah.

Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa dengan segala kemajuan Indonesia saat ini, ekspor Indonesia yang tahun 2017 sekitar AS$ 170 miliar, bukan saja jauh di bawah Tiongkok yang ribuan miliar dolar, tapi jauh di bawah ekspor Singapura yang mencapai sekitar AS$ 300 miliar. Padahal sesungguhnya kebebasan di Indonesia jauh lebih baik dari pada di Singapura.

Sampai kapankah era buang-buang kesempatan ini? Jika ada yang menulis buku melanjutkan buku Adam Schwarz menjadi "A Nation in Wasting" mungkin menarik juga. Terutama dengan membandingkan perilaku orang Indonesia yang berada di dalam kekuasaan di zaman Orde Baru dan di zaman reformasi ini apalagi kalau bisa mewawancarai para koruptor di era reformasi ini khususnya para gubernur, bupati/wali kota,anggota DPR, DPRD,dan lain-lain. 

Sebenarnya sejak era reformasi Presiden dan menterinya sudah makin bersih dan baik, namun para aparat di bawahnya belum mampu mewujudkan harapan masyarakat itu. 

Semoga pemilu 2019 menghasilkan para politisi yang berjiwa anti korupsi sebagaimana harapan perjuangan refomasi itu. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun