Ketegangan politik kita yang telah berlangsung bertahun-tahun, jika dihitung mulai dari pencalonan Jokowi sebagai Gubernur DKI, tak semata terjadi secara serial. Tapi juga paralel.
Anies Baswedan sebelumnya justru tim kampanye Joko Widodo saat bersaing dengan Prabowo pada putaran pertama, tahun 2014. Setelah terpilih, Jokowi kemudian mengangkatnya sebagai Menteri Pendidikan. Penggagas Gerakan Indonesia Mengajar itu, kemudian hari dicopot dari jabatannya.
Selama periode awal kepemimpinannya, Jokowi telah melakukan pergantian terhadap sejumlah menteri kabinet. Sebagian tanpa keluar dari lingkaran organisasi yang berada di bawah kekuasaannya. Meski ada juga beberapa yang dipindahkan ke pos baru.
Misalnya seperti Bambang Brojonegoro (semula Menteri Keuangan, kemudian Menteri PPN/Bappenas), Luhut Binsar Panjaitan (dari Kepala Kantor Staf Kepresidenan ke Menko Polhukam, kemudian Menko Maritim), dan Ignasius Jonan (dulu Menteri Perhubungan, kini Menteri ESDM).
Sementara beberapa yang pernah diangkat, kemudian diberhentikan, dan tidak ditempatkan pada posisi yang lain, justru bergabung dengan kelompok yang semula menjadi saingannya pada Pemilihan tahun 2014, juga pada tahun 2019 ini.
Di antaranya adalah Anies Baswedan sendiri. Juga Sudirman Said yang sempat menjadi aktor utama kehebohan kasus "papa minta saham" dalam rangka upaya pengambil alihan Freeport, di Papua. Rizal Ramli yang sempat diangkat sebagai Menko Maritim menggantikan Dwisuryo Indroyono Soesilo, kemudian hari mengambil posisi yang berseberangan dengan Joko Widodo.
Lalu Tedjo Edhy Purdijatno yang pernah ditunjuk sebagai Menko Polhukam selama kurang lebih setahun, kemudian hari bergabung dengan Partai Berkarya, besutan Tommy Suharto.
***
Mengeras
Di tengah berbagai perseteruan dan dinamika politik tersebut, perkembangan di lapangan cenderung mengarah pada radikalisme dan rasialisme. Kelompok aliran Islam garis keras, akhirnya seperti menemukan habitat untuk berkembang. Bahkan secara terang-terangan mengusung faham khilafah yang ingin menegakkan Negara Islam.
Pemerintahan Jokowi, kemudian hari (2017), akhirnya memang mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang untuk mencabut UU Organisasi Masyarakat yang selama ini menaungi mereka.
Tapi langkah itu belum sepenuhnya mampu menepis faham radikalisme yang terlanjur berkembang walaupun secara organisasi telah bubar dan terlarang. Makna persaingan politik pada sebagian kalangan, bergeser ke arah permusuhan abadi.