Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menimbang Lockdown

20 Maret 2020   20:37 Diperbarui: 20 Maret 2020   21:04 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanggal Kedatangan Covid-19 di Eropa, Jilal Mardhani, 20-3-2020

Saat ini, Covid-19 adalah musuh bersama umat manusia di seluruh dunia. Musuh yang kejam, sekaligus misterius. Kita memang tak mengenalinya. Juga tak tahu persis mereka sedang berada di mana, kapan dan bagaimana akan melakukan serangan yang mematikan, dan seterusnya.

Berbagai kalangan memang terus mengupayakan identifikasi dan pemetaan melalui kasus demi kasus yang berkembang. Dari sanalah kita mencoba merumuskan sejumlah langkah preventif yang sesungguhnya tak menjamin apapun. Sebab kita memang belum mengetahui dengan pasti seperti apa, bagaimana, di mana, hingga kapan dan mengapa 'musuh-musuh' itu menyerang kita.

Mengurangi kontak fisik adalah satu langkah yang sepatutnya dilakukan. Tentunya selain menjaga kebugaran tubuh serta memelihara kehidupan yang sehat dan bersih.  

Gambaran asimetris tentang wabah virus itu, menjadi alasan yang cukup untuk memicu kepanikan siapapun. Terutama ketika wabah itu diduga hadir begitu dekat dan korban mulai berjatuhan. Apalagi ketika pertolongan yang dibutuhkan tak tersedia atau sulit diperoleh. 

Kemungkinan itulah yang telah menyebabkan Italia, salah satu negara Eropa yang hari ini terdampak paling parah, merancang ketentuan yang memungkinkan mereka untuk memilih siapa warganya yang terinfeksi virus yang akan ditolong, siapa yang tidak. 

Sebab, mereka telah memperhitungkan kemungkinan kondisi yang tak seimbang, antara kemampuan menyediakan fasitas kesehatan dengan jumlah korban yang harus dilayani. Terutama jika laju peningkatan seperti yang berkembang sekarang ini tak kunjung mampu diredam. 

Belajar Dari Eropa

Kita sebaiknya mempelajari pola penjalaran wabah virus corona yang terjadi di benua Eropa. Hari ini, seluruh negara-negara di Eropa telah terjangkit Covid-19. Hanya tinggal Vatikan yang belum mencatatkan satu pun dari 800 jiwa penduduknya, terjangkit virus corona. Kemarin, negara ke 48 dari 49 yang tergabung di benua Eropa, Isle of Man -- sebuah pulau kecil di laut Irlandia berpenduduk 84.908 jiwa -- telah mencatatkan kasus pertamanya.

Menarik jika mencermati waktu tiba virus corona hadir di setiap negara benua Eropa pada gambar di atas. Dalam rentang waktu 1 minggu (24-31 Januari), Covid-19 tercatat hadir di masing-masing negara pada 4 wilayah Eropa yang memiliki kesibukan relatif tinggi. Yakni Ingris, Finlandia, dan Swedia di Eropa Utara, Perancis, Jerman, dan Belgia (4 Februari) di Eropa Barat, Italia, Spanyol, dan San Marino di Eropa Selatan, serta Russia di Eropa Timur.

Setelah itu, selama 20 hari, tak ada satu negara Eropa pun yang mencatat warganya positif terpapar virus corona. Baru tanggal 24 Februari, satu per satu negara lain di masing-masing bagian benua Eropa, masuk dalam daftar Covid-19 hingga tak bersisa satu pun, kecuali Vatikan.

Tentunya harus dibuktikan validitas dan tingkat korelasinya lebih jauh. Tapi sangat patut diduga, kehadiran virus corona di masing-masing negara Eropa tersebut, terkait erat dengan lalu lintas manusia antar negara mereka maupun negara lain di luar benua itu. Permodelan matematika mungkin akan dapat dikembangkan lebih baik jika memasukkan variabel pergerakan manusia dari dan ke masing-masing negara tersebut. Jenis data publik yang biasanya tersedia dan mudah didapatkan pada instansi pemerintah masing-masing.

Bukankah fenomena yang terjadi di Eropa tersebut, sangat mungkin juga terjadi di Indonesia?

Pertama, sejauh ini corona virus terbukti telah menyasar seluruh dunia. Artinya, belum ada fakta yang membuktikan pertumbuhan dan penyebarannya berbeda antar belahan bumi yang satu dengan yang lain.

Kedua, hal yang dimaklumkan kepada publik, penularan corona virus terjadi melalui kontak fisik manusia. Tepatnya cairan (air liur, dahak) dari mereka yang sebelumnya sudah terjangkit (carrier). Artinya, lalu-lintas barang dan manusia yang terjadi antar daerah di Indonesia, tentunya berkemungkinan sebagai sarana penularan yang efektif. Menjangkiti daerah yang sebelumnya steril ketika ada pendatang atau warganya yang kembali dari daerah lain. Tapi tanpa disadarinya telah terpapar dan membawanya ke daerah itu.

Ketiga, fakta kemudahan transportasi darat, udara maupun laut antar kota di Indonesia hari ini -- apalagi setelah pembangunan masif infrastruktur yang dilakukan selama 5 tahun terakhir -- tentu tak memungkiri berlangsungnya arus lalu lintas manusia dan barang yang tanpa disadarinya justru membantu penyebaran virus tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun