Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Catatan Menjelang Rapat Umum Rakyat: Konser Putih Bersatu, 13 April 2019

12 April 2019   21:13 Diperbarui: 13 April 2019   08:39 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air,

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden akan berlangsung sebentar lagi. Bersamaan dengan pemilihan para wakil rakyat yang akan menduduki lembaga-lembaga legislatif pada tingkat pusat hingga daerah kabupaten/kota.

Saya percaya, mayoritas di antara kita, telah memiliki bayangan atau angan-angan untuk menentukan sikapnya masing-masing. Mulai dari soal yg paling mendasar, yakni kesediaan untuk hadir di tempat-tempat pemungutan suara. Hingga hal lebih lanjut yang berkaitan dengan penggunaan hak pilih setiap individu yang telah memenuhi persyaratannya.

Kesuksesan pertama dan utama suatu pemerintahan dalam menyelenggarakan pesta demokrasi pemilihan umum, adalah pada tingkat partisipasi masyarakat yg berhak tapi bersedia menggunakannya. Jika pemerintah melakukan bermacam upaya untuk memastikan keberhasilan hajatan Nasional itu, tentulah hal yang wajar belaka. Bahkan memang demikian semestinya.

+++

Hari ini, sebagian besar masyarakat kita telah terpapar kecanggihan teknologi sosial media. Indikasinya, terlihat dari jumlah pemilikan telpon pintar yang tersebar di tengah mereka. Melalui ragam aplikasi yang tersedia, berbagai kabar dan informasi telah begitu mudah menjangkau, maupun dijangkau.

Persoalan besar yang kita hadapi di tengah kemajuan zaman kali ini, justru pada soal keabsahan atau kebenaran sejati, dari kabar berita maupun informasi itu sendiri. Karena yang benar dan bohong telah bercampur baur begitu saja.

Celah yang kemudian melahirkan fenomena "post truth" itu. Yakni tentang sesuatu yang diyakini kebenarannya secara emosional. Bukan karena bersifat faktual dan obyektif.

Kebenaran emosional maupun faktual telah sanggup hadir bersamaan tanpa saringan. Seperti pedofil biadab yang duduk semeja dengan orangtua anak yang baru diperkosanya. Berbeda dengan masa sebelumnya, ketika penguasa masih bisa leluasa berperan sebagai "polisi nilai-nilai kebenaran".

Semua itu dimungkinkan karena pada hari ini, hampir tak ada lagi prasyarat yang perlu dipenuhi seseorang, untuk menjangkau maupun dijangkau suatu kabar berita dan informasi.

Bahkan kini telah memungkinkan siapa pun untuk mendengar dan melihat yang "diinginkan" semata. Yakni hanya hal-hal yang sesuai dengan selera dan kenyamanan yang bersangkutan. Itulah penyebab suburnya kebenaran emosional (post truth) tersebut di atas tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun