Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memerdekakan Sepeda Motor adalah Sebuah Kebijakan Keliru

11 Januari 2018   02:23 Diperbarui: 11 Januari 2018   08:25 1789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persoalan utama pada setiap proses perencanaan kota yang sudah berpenghuni, selalu berkaitan dengan pusat aktivitasnya. Biasa disebut sebagai "central business district" yang dalam bahasa Indonesia artinya "kawasan pusat kegiatan".

Pada awalnya, perkembangan kota sering bermula di sekitar simpul transportasi yang menghubungkannya dengan kota atau daerah lain. Misalnya pelabuhan laut, stasiun kereta api, atau persimpangan jalan utama yang menghubungkannya dengan kota atau wilayah lain. Di sana kemudian mengelompok segala macam fungsi yang menjadi denyut kehidupan kota itu. Mulai dari pemerintahan, perdagangan, industri, hiburan, dan sebagainya.

Kepadatan kawasan pusat kegiatan itu berkembang lebih pesat dibanding sekitarnya. Hukum supply-demand tentu berlaku sehingga nilai lahannya ikut melambung tinggi. Maka setiap jengkal yang ada akan diupayakan seefisien dan seproduktif mungkin oleh pemiliknya.

Semua itu tentu membebani infrastruktur yang ada dan terbatas. Salah satunya adalah jalan raya.

Karena kawasan itu tak mungkin lagi menampung perkembangan, maka perencana kota biasanya merekomendasikan kawasan lain sebagai satelit pusat kegiatan baru. Hal yang sama sekali tak mudah direalisasikan. Sebab, kebutuhan investasinya sangat besar. Di Indonesia yang sepanjang masa kemampuan ekonominya sekupang-genap (pas-pasan) --- plus digerogoti praktek korupsi, kolusi, nepotisme yang sejak merdeka semakin keblinger --- kebutuhan itu tak pernah cukup terpenuhi.

Di Jakarta, kawasan Kebayoran Baru adalah kota satelit yang dulu dirancang Belanda --- ketika mereka masih bercokol di ibu Pertiwi --- untuk mengurangi pusat aktivitas lama yang terletak di kawasan Kota.

Tapi kemudian hari, poros yang menghubungkan pusat kota lama yang terletak di utara, dengan wilayah satelit Kebayoran Baru di selatan, berkembang semakin pesat. Gedung-gedung pencakar langitpun bermula di sana dan segala aktivitas perkotaan ---  selain industri yang sebagian besar diarahkan ke Pulo Gadung --- semakin terkonsentrasi di sana.

###

Sebetulnya, sebagai kewajiban Negara dan hak konstitusi masyarakatnya, sejak lama pemerintah harus menyediakan dan mengembangkan layanan transportasi umum massal. Tujuannya agar pergerakan mereka yang terlibat dengan aktivitas di kawasan itu, sebagaimana pula masyarakat yang menetap di sana, dimudahkan.

Itulah sebabnya penjajah Belanda telah mengembangkan jalur kereta api yang melingkar di pusat kota Jakarta hari ini. Melintasi kawasan Senen, Manggarai, Tanah Abang, dan Kota.

Tapi setelah kita merdeka, faktanya tidak demikian. Layanan angkutan umum massal yang buruk selama ini, menyebabkan kendaraan pribadi beroda 4 (mobil) maupun 2 (sepeda motor) menjadi mimpi hampir semua orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun