Mohon tunggu...
Jihan Lutfiyah
Jihan Lutfiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik

sebuah usaha mengabadikan buah pikir dan perasaan agar tak lekang tergerus keadaan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fadjroel Diangkat Menjadi Dubes Kazakhstan: Posisi Jubir Jokowi Digantikan atau Dibiarkan?

21 September 2021   12:59 Diperbarui: 21 September 2021   13:04 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rahman, dikabarkan menjadi salah satu dari 33 orang yang diangkat oleh Presiden sebagai calon Duta Besar Republik Indonesia. Fadjroel tercatat namanya sebagai calon Duta Besar RI untuk Khazakhstan merangkap Tajikistan. Komisi I DPR RI juga telah menggelar uji kelayakan dan kepatutan untuk para calon dubes (fit and proper test) yang dimulai dari 12 Juli hingga tiga hari berturut-turut. Lantas, bagaimana nasib posisi juru bicara Presiden yang tengah diemban oleh Fadjroel?

Berbagai spekulasi dan ramalam para politisi menyeruak, termasuk diantaranya dari Wakil Ketua Umum (waketum) Partai Gerindra, Habiburokhman, dan Ali Mochtar Ngabalin selaku Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP). Dilansir dari detiknews, Habiburokhman mengatakan bahwa posisi juru bicara Presiden masih sangat diperlukan, terlebih saat ini negara tengah menghadapi situasi pandemi. 

Politisi Partai Gerindra tersebut menilai bahwa posisi juru bicara diperlukan agar keterangan dari Presiden dapat tersampaikan kepada pers ataupun publik tanpa perlu Presiden bertemu langsung dengan wartawan setiap hari. Habiburokhman juga menyebut beberapa jabatan seperti Menteri, Jaksa Agung, dan Mahkamah Agung yang juga memiliki seorang juru bicara. Waketum Partai Gerindra itu khawatir jika posisi juru bicara Presiden dikosongkan, maka akan ada proses komunikasi yang terganggu.

Lebih lanjut, Habiburokhman mengatakan bahwa posisi juru bicara Presiden tidak boleh dirangkap oleh beberapa pejabat di KSP. Hal tersebut dimaksudkan agar publik dapat membedakan mana informasi dan sikap resmi Presiden dan mana yang hanya pendapat pejabat belaka. Habiburokhman juga menilai bahwa orang yang nantinya mengisi posisi juru bicara Presiden haruslah seorang komunikator ulang dan betul-betul memiliki kedekatan dengan Presiden, seperti halnya Adhie Massardi pada masa Gus Dur.

Bersebrangan dengan Waketum Partai Gerindra, Ngabalin beranggapan bahwa posisi juru bicara Presiden mungkin akan kosong setelah Fadjroel menjadi Duta Besar RI untuk Khazakhstan merangkap Tajikistan. Dilansir dari merdeka.com, Ngabalin menilai bahwa urgensi dan kebutuhan Presiden akan juru bicara nampaknya tidak terlalu besar sehingga mungkin Presiden tidak akan menunjuk siapapun untuk menggantikan posisi Fadjroel. Terlebih, selama ini Presiden juga menyampaikan pernyataannya secara langsung kepada publik melalui media.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ngabalin, menilai bahwa selain juru bicara Presiden, KSP beserta staf khusus Presiden juga membantu dalam hal komunikasi publik di Istana. Ngabalin mengatakan bahwa mereka turut menjelaskan mengenai apa yang telah disampaikan dan dikerjakan oleh Presiden kepada publik. Meskipun demikian, untuk memastikan apakah posisi Fadjroel sebagai juru bicara akan terganti atau dikosongkan, hal tersebut kembali lagi kepada kebutuhan dan hak prerogatif Presiden.

Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, posisi juru bicara Presiden dalam kacamata komunikasi politik sebetulnya sangat diperlukan untuk memastikan apa yang disampaikan oleh Presiden dapat dicerna oleh publik dengan perspektif yang sama sehingga menghindari adanya mispersepsi yang dapat memicu kegaduhan di masyarakat. Selain itu, adanya juru bicara Presiden akan memudahkan publik jika ingin mengkonfirmasi suatu berita. 

Publik jadi tidak dibuat bingung dengan banyaknya "pesan" yang disampaikan oleh para aktor politik. Dalam kata lain, kiblat keakuratan informasi yang berkaitan dengan kenegaraan atau kepresidenan terletak pada juru bicara Presiden. Hal tersebut juga membuat kebenaran informasi dapat dipertanggung jawabkan.

Kekosongan posisi juru bicara tentu akan memungkinkan Presiden menunjuk seseorang untuk mengisi jabatan tersebut, meskipun di sisi lain ada kemungkinan jabatan juru bicara dibiarkan oleh Presiden tak terisi. Jika seandainya Presiden lebih memilih untuk menunjuk juru bicara baru, maka keefektifan komunikasi yang telah lalu perlu dijadikan pertimbangan, apakah selama ini dengan adanya juru bicara mampu membuat publik menangkap pesan yang disampaikan oleh Presiden? jika tidak, kriteria yang bagaimana yang harus dimiliki oleh juru bicara sehingga ia dapat memaksimalkan perannya sebagai seorang komunikator politik? 

Kemudian, jika posisi juru bicara Presiden ditiadakan, siapa yang akan bertanggung jawab meluruskan pesan Presiden jika publik menerimanya dengan makna yang berbeda? Apakah pejabat di KSP jika merangkap juru bicara dapat menjamin ketiadaan mispersepsi dalam masyarakat? Bagaimana publik membedakan antara informasi resmi Presiden dengan opini para politisi?

Pengamat politik, Rocky Gerung, juga ikut bicara mengenai fenomena ini. Ia menyatakan bahwa perpindahan jabatan Fadjroel ini sebagai bukti kegagalan Fadjroel menangani political issues. Ditambah lagi, Rocky Gerung juga mempertanyakan apakah dari juru bicara Presiden menjadi duta besar menjadikannya naik gengsi atau justru turun gengsi.

Namun, jika melihat penunjukan Fadjroel sebagai duta besar bagi Kazakhstan tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut memunculkan beragam spekulasi, misal dari aspek kapasitas Fadjroel selama ini. Nyatanya, ia belum benar-benar mampu dalam menjaga komunikasi politik antar masyarakat dan pemerintah. Karena menjadi juru bicara, ibarat sebagai penyambung lidah untuk masyarakat. Oleh karena itu, ada posibilitas bahwa Fadjroel gagal dalam menangani masalah tersebut.

Dalam aspek penempatan Fadjroel pun menunjukan berbagai ambiguitas. Apakah Fadjroel satu-satunya orang yang berkapasitas menjadi duta besar Kazakhstan? Ataukah ada 'permainan' negoisasi jabatan di belakang panggung?

Sumber:

https://news.detik.com/berita/d-5621744/fadjroel-calon-dubes-gerindra-sebut-posisi-jubir-jokowi-masih-perlu

https://www.merdeka.com/peristiwa/ngabalin-jelaskan-kemungkinan-tak-ada-lagi-posisi-jubir-presiden.html

Jadi Calon Dubes Kazakhstan, Fadjroel Rachman Dibuang Istana? Rocky: Dibilang Anugerah agar Besarkan Hati Saja - Pikiran Rakyat Depok (pikiran-rakyat.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun