Mohon tunggu...
jian ayune
jian ayune Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi tahun ke-3

menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Yang Muda yang Bersuara" Katanya, Peran Generasi Muda dalam Partisipasi Politik

9 April 2022   03:37 Diperbarui: 9 April 2022   03:47 1317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa jadinya jika suara anak muda diabaikan? 'Negara demokrasi' katanya... 'anak muda penerus bangsa' katanya... lalu apa kenyataannya? 

Dalam kerangka negara demokrasi, Pemilihan Umum atau Pemilu menjadi tonggak utama bentuk partisipasi masyarakat dalam proses pemilihan wakil mereka. Pemilu dan segala keabsahannya diatur dalam Undang-Undang, setiap warga negara memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi dengan persyaratan yang diantaranya adalah Warga Negara Indonesia (WNI) dan genap berusia tujuh belas tahun. Partisipasi politik warga negara ini menjadi pengaruh besar dalam keseluruhan proses demokrasi, dalam artian lebih luas partisipasi politik warga negara lebih dari sekedar memberikan suara pada saat pemilihan umum berlangsung. Lebih dari itu, warga negara diharapkan dapat memberi kontribusi aktif dalam pembentukan dan perumusan kebijakan. 

Karena itu, generasi muda terutama sebagai penerus bangsa harus memiliki andil yang besar dalam partisipasi politik sebagai penentu arah gerak bangsa. Kesadaran akan berpartisipasi politik oleh kalangan muda harus ditanamkan sejak dini melalui pendidikan yang berkarakter. Generasi muda harus diberi ruang untuk berinovasi dan mengambangkan gagasan mereka terhadap apa pembentukan dan perumusan kebijakan.

Sebutlah gerakan-gerakan politik yang kalangan muda di Indonesia lakukan dalam upaya partisipasi politik, sejalan dengan pendapat Surbakti (Surbakti, 1992) bahwa kegiatan partisipasi politik diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Mentalitas kritis yang generasi muda yang ada saat ini tidak lepas dari pengaruh cepatnya pertukaran informasi di media masa, sejalan dengan ini Soekanto berpendapat bahwa tingkat kesadaran dapat dibagi menjadi empat yaitu; pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkat pendidikan (Soekanto, 1982). 

Tercatat bukti nyata partisipasi politik generasi muda menghasilkan salah satu titik balik bangsa indonesia, reformasi 1998 telah membuka jalan bangsa ini pada kehidupan politik yang terbuka, egaliter dan demokratis. Namun dewasa ini generasi muda dilabeli apatis dan apolitis terhadap perkembangan bangsa, hal ini disebabkan oleh beragam faktor yang tidak dapat dihindarkan. Namun disini penulis akan berusaha berfokus pada kenyataan bahwa generasi muda juga secara tidak langsung dibungkam dengan tidak diterimanya masukan dan pendapat mereka dalam perumusan suatu kebijakan.

Tidak didengar adalah pembungkaman.

Ibarat gayung tak bersambut, gerakan anak muda ini tidak selalu di dengarkan oleh para politikus dan anggota parlemen. Beragam aksi turun ke jalan dan protes jalur 'damai' melalui cara dialektis dianggap belum efektif untuk membuat aspirasi generasi muda di dengarkan oleh pejabat negara. Kesadaran kritis generasi muda akan tanggungjawab yang akan mereka pikul untuk keberlangsungan bangsa tidak hanya sebatas pemberian suara pada saat pemilihan umum, lebih dari itu generasi muda perlu bersikap kritis atau bahkan menjadi pengawas terhadap kebijakan yang akan pemerintah ambil karena secara tidak langsung akan menentukan masa depan mereka nantinya.

Generasi muda dianggap sebagai anak kemarin sore  yang tidak mengerti urusan politik dan dianggap masih terlalu labil untuk ikut serta dalam keputusan kebijakan. Sebut saja Menko Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan dengan pernyataan "Jangan Hanya Mengkritik, Luhut Ajak Anak Muda Ketahui Kinerja Pemerintah" (Jangan Hanya Mengkritik, Luhut Ajak Anak Muda Ketahui Kinerja Pemerintah - PRFM News, 2020). Disisi lain, generasi muda dibebani tugas berat sebagai penerus bangsa yang akan memikul beban dari rezim saat ini, sebutlah pernyataan Jokowi dalam sambutan di HUT keenam Partai Solidaritas Indonesia (PSI) "...Indonesia membutuhkan lebih banyak lagi anak-anak muda yang berani, gesit, dan penuh semangat untuk menuju Indonesia maju," (Jokowi Ajak Anak Muda Ikut Pecahkan Persoalan Bangsa, 2020). Ini tentu menjadi beban tidak mudah yang dipikul generasi muda. Partisipasi politik yang mereka lakukan untuk aktif dalam kebijakan pemerintah belum sepenuhnya teradvokasi di ranah parlemen. Demo #ReformasiDiKorupsi yang datang dari beragam kalangan terutama generasi muda bahkan tidak menghasilkan apa-apa selain dari gas air mata. Tuntutan untuk segera disahkannya RUU TPKS juga tidak jauh hasilnya dengan UU KPK, sampai saat artikel ini ditulis RUU TPKS tidak kunjung menemukan titik terang.

Hanya penting saat voting.

Dengan bonus demografi di Indonesia, para pemilih muda mengalami kenaikan yang menjadi target sejumlah partai politik dalam kontestasi pemilu mendatang. Partai politik ramai-ramai melakukan branding sebagai partai millenial agar menarik perhatian generasi muda, lain hal setelah pemilihan umum berlangsung. Secara umum mayoritas partisipasi masyarakat paling ditunggu hanya saat pemilu, obral janji kesejahteraan dan pembangunan bangsa, poster berikut nomor urut tersebar diberbagai sudut. Inilah realita partisipasi politik yang masih ada di Indonesia.

Keterlibatan generasi muda seharusnya..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun