Mohon tunggu...
Jihan Agnel
Jihan Agnel Mohon Tunggu... Penulis - Your secret writer

You matter. No matter what.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kembali Pulang

2 Desember 2018   18:57 Diperbarui: 2 Desember 2018   19:51 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dhani menawariku untuk meminum kopi bersamanya. Kami berjalan menyusuri jalanan di dalam mall ini menuju lantai bawah tempat cafe kopi berada. Degupan jantungku sangat tidak karuan saat ini. Aku hanya berharap agar Dhani tidak menyadarinya. Semoga aku bertingkah selayaknya seorang teman di hadapan Dhani. Tunggu, memang kami hanya teman, bukan? Tidak pernah lebih. Teman dalam perjalanan di kereta api yang memutuskan jalan hidup masing-masing dan terpisah. Selain terpisah oleh jarak, kami juga dipisahkan oleh komunikasi. Aku segan bertanya duluan kepadanya bagaimana kabarnya, begitu pula ia tidak pernah bertanya kabarku. Bukankah jarak terjauh dari dua insan manusia ialah ketika tidak ada lagi komunikasi yang tercipta Antara mereka?

Mungkin ia tidak pernah mengkhawatirkanku. Mungkin pula hanya aku yang terus memikirkannya selama ini. Dhani tampak tidak begitu antusias ketika bertemu denganku, padahal air mataku hampir terjatuh begitu melihat sosoknya. Antara tidak percaya dan rasa senang menyatu hebat dalam hatiku. Tapi semuanya runtuh ketika Dhani hanya sebatas menyapaku dan harus aku duluan yang bertanya padanya. Bila nyatanya benar aku hanya sebatas teman bagi Dhani, baru kini aku benar-benar sadar akan kebodohanku.

Dalam perjalanan menuju cafe, aku mencuri pandang kepada Dhani. Guratan wajahnya masih sama seperti satu tahun yang lalu. Tepatnya di atas kereta menuju Bandung. Perjalanan bersama terakhir bagi kami. Karena aku akan menetap selamanya di Bandung sedangkan Dhani akan kembali lagi ke Jakarta.

"Aku akan tunggu kamu, Dhan." Ucapku kala itu. Di atas kereta kelas ekonomi ac menuju Bandung, malam hari, tepatnya pada malam minggu.

"Jangan tunggu aku, lama. Kamu layak mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Aku entah kapan akan kembali lagi ke Bandung."

Mata Dhani kala itu tampak berkaca-kaca, ia menatapku seolah mengisyaratkanku untuk membiarkannya pergi. Agar ia dapat menata kembali kehidupannya.

Aku paham dan tidak dapat berkata-kata lagi. Aku berbalik menghadap ke kaca kereta, menangkan segala yang berkecamuk dalam hati. Menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Air mataku sudah jatuh, cepat aku hapus sebelum Dhani menyadarinya.

Aku berbalik kembali menatap Dhani dengan wajah penuh khawatirnya.

"Baik, terima kasih atas selama ini. Semoga cita-citamu untuk membuka toko peralatan elektronik dimudahkan. Sekali lagi, terima kasih sudah selama ini sudah mau menjadi teman perjalananku selama di kereta."

Dhani tersenyum tetapi air matanya menetes. Ia langsung menyembunyikan wajahnya dengan topi hitam miliknya. Rasanya aku ingin memeluk Dhani, tapi aku sadar ruang, kami sedang berada di tempat umum. Berpasang-pasang mata sedang mengawasi gerak  gerik kami.

Aku biarkan Dhani untuk menenagkan dirinya. Sisa perjalanan menuju Bandung kami habiskan dengan diam. Aku terus menatap ke kaca kereta sementara Dhani entahlah, sedang apa dia. Aku tidak berani menatapnya setelah itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun