Mohon tunggu...
Jhon Rivel Purba
Jhon Rivel Purba Mohon Tunggu... ASN Peneliti di BRIN

Hidup sederhana dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Akhirnya Saya Bebas dari Obat Diabetes

23 Juni 2025   14:49 Diperbarui: 24 Juni 2025   14:52 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil pemeriksaan gula darah puasa (Koleksi pribadi, 2025)

Pada 24 April 2025, saya menemani istri untuk memeriksa kandungannya di salah satu puskesmas di Kota Depok. Mumpung berada di puskesmas dan biayanya ditanggung BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), saya pun memeriksa kesehatan. Saya ingin tahu kondisi gula darah saya, sehingga saya melakukan pendaftaran dan cek di laboratorium puskesmas tersebut. Hasilnya mengejutkan, gula darah sewaktu (random) berada pada angka 397 mg/dl. Dokter pun akhirnya meminta saya agar hari berikutnya kembali datang  untuk memeriksa gula darah puasa (GDP), gula darah dua jam setelah makan, kolesterol, dan asam urat.

Keesokan harinya saya kembali ke puskesmas setelah berpuasa sebelumnya. Setelah dicek, hasil GDP pada angka 258 mg/dl, kolesterol 218 mg/dl, asam urat 5,0 mg/dl, dan gula darah dua jam setelah makan 356 mg/dl. Berdasarkan hasil tersebut, saya dinyatakan menderita diabetes tipe 2. Saya pun diminta untuk minum obat glimepiride 1 mg sebelum sarapan, metformin 500 mg pada pagi dan malam saat makan. Hal yang membuat saya ketakunan adalah ketika dokter mengatakan bahwa saya harus minum obat seumur hidup untuk menghindari komplikasi seperti penyakit jantung, stroke, gangguan ginal, dan kerusakan saraf. Saat itu dunia terasa runtuh. 

Meskipun obatnya diberikan secara gratis dari puskesmas, tetapi saya sangat khawatir kalau mengonsumsi obat justru membuat efek samping, ketergantungan, penambahan dosis, dan kemungkinan terburuk. Saya sangat bergumul untuk mengonsumsi obat tersebut untuk pertama kalinya. Atas dorongan istri, saya pun meminum obatnya secara rutin sesuai dengan petunjuk yang diberikan.

Sejak 25 April 2025, dengan "terpaksa" saya mengonsumsi glimepiride dan metformin. Saya merasa terpaksa karena baik dokter, keluarga terdekat, teman, dan maupun beberapa informasi yang saya dapatkan di internet menganjurkan agar terus minum obat. Akan tetapi, dari dalam diri saya ada penolakan, ada keyakinan bahwa saya bisa bebas dari obat asalkan saya bisa mengubah pola hidup. Saya menyadari bahwa sebelum cek gula darah, pola hidup saya tidak sehat. Saya sering begadang (kurang tidur), malas bergerak, dan makan sebebas-bebasnya. Oleh karena itu, saya memiliki tekad yang kuat untuk mengubah pola hidup dengan harapan nantinya bisa bebas dari obat diabetes. Anak-anak yang masih kecil dan istri yang sementara mengandung menjadi pendorong saya untuk mengubah pola hidup. Saya tidak mau mereka kehilangan sosok ayah dan suami.

Jadwal periksa di Puskesmas hanya sekali sebulan untuk memeriksa GDP. Rasa penasaran dan tekad yang kuat membuat  saya beberapa kali memeriksa cek gula darah di apotek sebelum melakukan pemeriksaan di puskesmas. Pemeriksaannya bahkan tidak hanya di satu apotek. Pada 13 Mei 2025 saya mencek GDP saya di salah satu apotek, hasilnya 120 mg/dl. Saya sangat senang, sudah turun 138 dari pemeriksaan pertama. Seminggu berikutnya, tepat pada 20 Mei, saya cek di apotek yang sama, hasilnya 101 mg/dl. Kemudian keesokan harinya saya cek di puskesmas sesuai jadwal, hasilnya 110 mg/dl. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa GDP saya sudah baik dan terkontrol. Pada hari-hari berikutnya saya rutin mencek GDP di apotek maupun dengan alat glucometer milik saya sendiri. Saya juga memeriksa kolesterol, hasilnya kemudian normal.

Selama mengosumsi obat diabetes, beberapa kali saya mengalami keringat dingin, lemas, gemetar, dan hampir pingsan. Biasanya dalam kondisi demikian saya langsung makan nasi putih. Sebab, pernah sebelumnya saya merasa lemas dan keringat dingin, lalu saya makan ubi jalar dan talas sebanyak-banyaknya, tetapi tetap lemas. Kemudian saya langsung makan nasi putih beserta lauk, dalam waktu singkat badan kembali normal. Saya khawatir dengan kondisi demikian, sehingga saya kembali ke puskesmas untuk menyampaikan keluhan tersebut pada 27 Mei 2025. Dari hasil konsultasi, dokter menyarankan saya untuk berhenti minum glimepiride, tetapi dosis metformin akan ditambah. Saya pun meminta agar dosisnya tidak ditambah, tetap dua kali sehari dengan catatan akan selalu dicek. Dokter pun memberi kesempatan buat saya untuk hanya mengosumsi metformin dua kali sehari, dan akan dievaluasi pada dua minggu berikutnya.

Pada dua minggu berikutnya, saya kembali ke puskemas dengan membawa daftar GDP yang saya buat dalam tabel. Semua angka GDP menunjukkan gula darah yang terkontrol. Bahkan sehari sebelumnya saya sudah berhenti minum metformin, tetapi GDP tetap terkontrol. Saya langsung mengatakan kepada dokter bahwa saya akan berhenti mengonsumsi obat. Awalnya dokter menolak dengan berbagai alasan seperti bahaya yang mungkin muncul jika komplikasi. "Apa yang harus saya lakukan jika berhenti minum obat, dok?", pertanyaan saya membuat dokter jadi berubah. Dokter pun mendiskusikannya dengan dokter (senior) yang lain. Akhirnya, saya diperbolehkan berhenti minum obat dengan catatan akan dicek kembali pada dua minggu berikutnya. Saya juga langsung dirujuk ke poli gizi untuk memperoleh informasi tentang diet sehat.

Di poli gizi, saya dilayani dengan sangat baik. Berbagai informasi dijelaskan terkait pola makan yang sehat. Saya juga diberikan brosur-brosur yang memuat informasi penting menuju hidup sehat, seperti makanan yang dianjurkan, dibatasi, dan dihindari. Ada hal baru yang saya ketahui, misalnya makanan dengan karbo rendah,  sedang, dan tinggi. Hal ini sangat membantu saya dalam menerapkan pola makan yang sehat.

Pola hidup saya memang benar-benar berubah. Pertama, menerapkan pola makan sehat. Kedua, istirahat cukup dan teratur. Ketiga, olahraga setiap hari. Menurut saya, tiga poin itu sangat penting agar bisa menjaga kesehatan, mengontrol gula darah, dan pada gilirannya bisa bebas dari obat. Mendapat dukungan keluarga dan teman, mengikuti grup komunitas diabetes di media sosial,  dan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang diabetes dan pola hidup sehat, akan membantu dalam memberikan semangat dan tekad untuk kesehatan kita.

Meskipun demikian, tekad itu harus dari dalam diri kita. Saya merasa bahwa selama menjalani pola hidup sehat, saya dipaksa menjadi dokter, ahli gizi, dan peneliti bagi diri sendiri. Kita sendiri yang menentukan langkah atau tujuan. Keterbatasan maupun pergumulan yang dialami bukanlah penghalang untuk memberi manfaat bagi sesama, minimal tidak merepotkan yang lain. Akan selalu ada hikmah di balik pergumulan dan cobaan. Bagi saya, sejak mengubah pola hidup, saya semakin dekat dengan anak-anak. Saya bisa menemani/mendampingi mereka setiap hari ketika olahraga (jalan kaki dan naik sepeda), tidur sama-sama sambil bercerita, dan anak-anak saya semakin memahami betapa pentingnya menjaga kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun