Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Politik

Korupsi Berjamaah di Sumatera Utara

12 November 2015   17:08 Diperbarui: 12 November 2015   17:08 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gatot Pujo Nugroho (kanan, rompi kuning) beserta Istrinya Evy Susanty (kiri, rompi kuning) saat diwawancara didepan Gedung KPK. (sumber, waspada.co.id)"][/caption]Provinsi Sumatera Utara menjadi perhatian publik pada belakagan ini karena banyaknya pejabatnya yang terjerat oleh hukum karena kasus korupsi dan berbagai kasus penyuapan yang telah terungkap. Bermula dari ditangkapnya Gubernur Non-aktif Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho bersama Isterinya Evy Susanty yang mengaku memberikan uang kepada pengacara senior OC Kaligis, uang tersebut dimaksudkan kepada Maruli Hutagalung agar tidak mengusut kasus bansos yang tengah ditangani oleh kejaksaan agung. Setelah Gubernur dan isterinya terseret ke meja hijau, sudah jelas pengacara (yang katanya senior) juga terseret ke jeruji KPK dan dijadikan sebagai tersangka.

Berangkat dari pengakuan korupsi dana hibah dan bansos pemerintah Provinsi Sumatera Utara oleh Gatot, maka semua yang terlibat didalamnyapun mau tidak mau harus diseret ke meja pengadilan. Secara psikologis, mungkin Gatot dan isterinya juga tidak mau yang menjadi korban KPK yang mereka berdua saja, siapa yang menikmati hasil bagi-bagi dana bansos, itu juga yang menikmati nikmatnya menjadi tahanan KPK. Bansos tersebut diperkirakan tidak tepat sasaran karena Gatot tidak memverifikasi penerima dana bansos dan merekayasa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pengelola dana tersebut sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,2 Milyar.

Bersamaan dengan itu, kejaksaan juga menetapkan Armyansyah (anak buah Gatot, pegelola dana Bansos) dan Eddy Sofyan (eks Kepala Badan Kesbanglinmas pemprov Sumut) sebagai tersangka. Eddy berperan meloloskan data penerima bansos meski belum melengkapi syarat prosedur tertentu.

Begitu juga dengan ketua pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Tripeni Irianto Putro, KPK menetapkannya sebagai justice collaborator atau pelaku yang berkerja sama dalam kasus dugaan suap kepada hakim dan panitera PTUN Medan. Tripeni diduga menerima suap dari kaligis sebesar 5.000 Dollar Singapura dan 15.000 Dollar AS. Selain Tripeni, KPK juga menetapkan OC Kaligis serta anak buahnya bernama Yagari Bhastara (Gery), dua hakim PTUN Medan Dermawan Ginting dan Amir Fauzi sebagai tersangka terkait dengan kasus ini. Dan baru-baru ini, sekjen partai Nasional Demokrat  (Nasdem), Patrice Rio Capella menjadi bulan-bulanan KPK karena ikut juga dalam aliran dana suap yang diberikan kepada Gatot terkait hak interplasi.

Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada tujuh organisasi masyaraka penerima dana bantuan sosial adalah lembaga fiktif, sehingga semakin memberikan tanda Tanya besar dan memberikan ruang yang lebih besar bagi KPK, BPK, dan penyelidik kejaksaan untuk menyelidiki kasus ini secara maksimal.

Tak puas dengan temuan dan tersangka tersebut, KPK bersama tim penyelidik kejaksaan kembali menggali lebih dalam masalah dana sosial ini. Lebih dari 300 orang telah diperiksa untuk mengembangkan kasus dugaan hibah dan dana bantuan sosial Sumatera Utara.

Tak hanya itu saja, KPK juga telah menetapkan empat pimpinan DPRD Sumut yang turut berpartisipasi aktif dalam kasus ini. Mereka adalah Ketua DPRD Sumut Ajib Shah, Mantan ketua DPRD Sumut 2009-2014, Saleh Bangun, serta dua anggota DPRD 2004-2009 Sumut, Chaidir Ritonga dan Sigit Pramono. Ajib merupakan saudara kandung anggota DPD, Rahmat Shah, yang kini menjabat sebagai ketua DPRD. Mereka bernasib sama, masuk ke tahanan KPK dan mengenakan rompi “keramat” yang paling ditakuti oleh para Pejabat Indonesia

Berdasarkan keterangan Sigit Pramono, masih ada sekitar 40 anggota DPRD yang menerima suap, hanya Sigit enggan menyebutkan siapa namanya. Tetapi, salah satu diantara 40 orang penerima suap berjamaah itu adalah Evi Diana, Istri Plt Gubernur Sumut Teuku Erry Nuradi. Uang tersebut diterima Evy saat masih mejadi anggota DPRD Sumut periode 2009-2014.

Berikutnya, wakil ketua DPRD tahun 2009-2014 dari fraksi PAN juga menjadi status tersangka karena terlibat aliran dana suap tersebut. Begitu juga dengan teman dekat Rio Patrice Capelaa, Fransisca Insani Rahesti juga turut serta dalam kasus penyuapan berjamaah ini sesuai dengan keterangan dari KPK. Fransisca didakwa mengambil uang suap Rp. 200 juta, menerima suap dari Evy sebesar Rp 10 juta, kemudian mendapat suap dari Rio Capella sebesar Rp 50 juta. Temuan ini juga diarahkan oleh pengacara Rio Capella kepada KPK, sehingga semakin membantu dan mempermudah tugas KPK untuk menyikat para pelaku kejahatan ini.

Tak Ada Rasa Penyesalan

Sudah didakwa dan terbukti melakukan suap, semua para tersangka suap/korupsi berjamaah ini tetap saja tidak memiliki rasa penyesalan karena perbuatan mereka yang memalukan. Lihat saja bagaimana Gatot Pujo Nugroho yang selalu tersenyum-senyum saat keluar masuk gedung KPK dan mengenakan rompi keramat KPK, begitu juga dengan isterinya yang terlihat biasa saja. Terutama pengacara yang katanya senior dan berpengalaman, OC Kaligis yang selalu membantah dan terkadang mangkir ketika dipanggil oleh kejaksaan dan KPK. Semuanya seakan tidak merasakan dan melakukan kesalahan apapun terkait dengan masalah yang dituduhkan walau sudah jelas terbutkti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun