Untuk program subsidi bunga UMKM, pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar Rp 35,28 Triliun dengan realisasi per Agustus 2020 baru mencapai Rp 2,55 Triliun.Â
Untuk insetif pajak PPh final 0,5% yang ditanggung pemerintah dengan anggaran Rp 2,40 Triliun baru terealisasi Rp 320 Miliar hingga bulan Agustus. Kemudian anggaran untuk penjaminan kredit modal kerja baru untuk UMKM yang disalurkan melalui PT. Jamkrindo dan PT. Askrindo baru terserap Rp 51,84 Miliar dari Rp 6 triliun yang dianggarkan. Kemudian penempatan dana restrukturisasi sudah terserap Rp 41,2 Triliun dari pagu anggaran sebesar Rp 78,8 Triliun.Â
Untuk pembiayaan investasi kepada Koperasi melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah, realisasinya sudah mencapai 100% dari 1 Triliun.
Selain bantuan diatas, pemerintah juga aktif mengalokasikan anggaran Kementerian/Lembaga senilai Rp 307 Triliun untuk dibelanjakan khusus produk koperasi dan UKM tetapi berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM penyerapannya masih rendah, baru berkisar antara 18-20%.
Kondisi UMKM yang memprihatinkan ini serta lambatnya stimulus fiskal semakin mempertegas multiplier effet bagi sektor makro ekonomi Indonesia. Jika setengah populasi UMKM hilang atau berhenti beroperasi, maka imbasnya akan dirasakan oleh perbankan, lembaga pembiayaan, pemerintah, asuransi, perusahaan berskala besar dan lain-lain. Ingat, hampir 96% sektor UMKM terhubung dengan lembaga keuangan formal.
Dari sektor lapangan kerja, UMKM merupakan unit yang mampu menyerap 96% tenaga kerja di Indonesia. Berdasarkan data BPS pada Februari 2020, total jumlah tenaga kerja di Indonesia mencapai 137,91 juta dimana sebanyak 133,7 juta terserap ke sektor UMKM. Dengan demikian, maka aka nada sekitar 67 juta tenaga kerja Indonesia harus kehilangan pekerjaan. Untuk sektor pengangguran itu sendiri, masalah ini masih disumbang oleh sektor UMKM, belum disumbang oleh sektor industri makro yang tentu menimbulkan masalah kompleks bagi perekonomian Indonesia.
Antisipasi Krisis
Pada kuartal III, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih diprediksi minus sebesar 1,1% oleh Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan mematok pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III menyentuh angka -2%. Meski mengalami perbaikan dari kuartal sebelumnya sebesar -5,32%, tetapi rendahnya stimulus terhadap UMKM menyebahkan rebound ekonomi di sektor UMKM tidak akan semudah di sektor makro.
Usaha mikro yang bangkrut tentu psikologisnya lebih parah dibanding dengan usaha yang hanya berhenti beroperasi sementara serta usaha yang hanya mengurangi beban operasional.Â
Ini ibarat memulai kembali dari nol lagi untuk merangkak naik sementara semua sektor produksi berupa peralatan, perlengkapan hingga tenaga kerja sudah dalam kondisi tidak mumpuni lagi.