Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dilema Kenaikan Iuran BPJS, Antara Penyelamatan BPJS dan Situasi di Tengah Pandemi

14 Mei 2020   12:47 Diperbarui: 14 Mei 2020   12:53 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kartu BPJS Kesehatan KIS. Sumber: merahputih.com

Presiden Joko Widodo resmi menaikkan iuran BPJS Kembali. Pengumuman kenaikan tersebut dinilai cukup berani  dan mengagetkan karena dilakukan ditengah situasi Pandemi Covid-19 yang sangat memberatkan perekonomian rakyat terutama kalangan menengah kebawah.

Iuran tersebut akan efektif berlaku pada tanggal 1 Juli 2020 sesuai dengan yang tertuang di Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang perubahan kedua taas Perpres nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Meski demikian, tidak semua beban kenaikan ditimpakan kepada pengguna BPJS Kesehatan. Untuk peserta mandiri kelas III, iuran ditetapkan sebesar Rp 42,000.00 sementara iuran peserta kelas I dan II naik menjadi Rp 150.000,00 dan Rp 100.000,00. Khusus kelas III, Peserta mandiri kelas III tetap masih akan membayar Rp 25.500,00 atau seperti semula hingga Desember 2020 dan sisanya atau Rp 16.500,00 akan ditanggung oleh Pemerintah lewat Anggaran Perencanaan Belanja Negara (APBN).

Rencananya, pada tahun 2021, peserta mandiri kelas III akan membayar iuran menjadi Rp 35.000,00 dan sisanya akan dibayarkan oleh pemerintah. Peserta mandiri juga masih dimungkinkan untuk memperoleh keringanan jika pemerintah daerah mau memberikan subsidi.

Upaya Penyelamatan Kesehatan Keuangan BPJS

Sebuah ironi dan dilema besar tentunya bagi pemerintahDi menentukan kenaikan tarif BPJS Kesehatan karena dalam situasi sulit saat ini. BPJS Kesehatan adalah penjamin Kesehatan yang paling banyak penggunanya saat ini, sekaligus dengan klaim Kesehatan paling banyak. Hal ini membuat masalah besar bagi kestablian BPJS itu sendiri, baik dari sisi anggaran dalam mengurangi defisit maupun pelayanan BPJS yang selalu dianggap nomor sekian karena layanan Kesehatan yang gratis tersebut.

Sesuai pertimbangan Perpres Nomor 64 tahun 2020, Kenaikan iuran BPJS bertujuan untuk menjaga kualitas dan kesinambungan program jaminan Kesehatan, kebijakan pendanaan Kesehatan, termasuk kebijakan iuran yang perlu disinergikan dengan kebijakan keuangan negara secara proporsional dan berkeadilan serta dengan memperhatikan pertimbangan dan amar putusan Mahkamah Agung nomor 7, P/HUM/2020.

Upaya untuk menjaga kualitas dan kesinambungan ini sebenarnya tidak lepas dari factor defisit anggaran berjalan yang selama ini selalu menjadi penyakit yang menggerogoti BPJS Kesehatan. Per Bulan Februari 2020 saja, BPJS Kesehatan sudah mengalami defisit keuangan Rp 15,5 Triliun dan lebih dari 5.000 fasilitas kesejayam atau faskes belum dibayar penuh padahal per tahun 2020, Pemerintah telah menyuntikkan dana sebesar Rp 13,5 Triliun pada akhir 2019.

Meski anggaran khusus pemerintah sebesar Rp 48 Triliun untuk Jaminan Kesehatan Nasional tahun 2020, tetapi opsi kenaikan tetap akan diambil demi menjaga BPJS Kesehatan tetap sehat dan bisa memenuhi kewajibannya yang tertunda dan akan datang kepada seluruh faskes.

Masalah lain yang sering timbul adalah PBI (Penerima Bantuan Iuran) tidak tepat sasaran alias masih menggunakan data yang lama. Ada sebanyak 27,44 juta penerima PBI yang mesti dievaluasi lagi keberadaanya. Tetapi untuk situasi seperti pandemi Covid-19 sekarang ini, besar kemungkinan penerima PBI akan bertambah walau ada sebagian yang layak untuk dihapus karena tidak layak lagi menerima PBI (inclusion error) dan kemudian mendaftarkan individu yang layak menjadi peserta PBI tetapi belum terdaftar (exclusion error).

Hal lain yang menjadi perhatian BPJS Kesehatan adalah besarnya tagihan yang menunggak oleh para peserta BPJS Kesehatan. Tidak semua peserta BPJS Kesehatan bisa dan mau membayar secara disiplin dan rutin karena masalah finansial, faktor persepsi akan asuransi Kesehatan dan faktor geografis. Umumnya, masalah ini dialami oleh mayoritas penduduk di daerah pedesaan sehingga kebiasaan menunggak iuran lama-lama akan semakin menumpuk utang iuran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun