Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pemilu India, Digitalisasi Pemungutan Suara hingga TPS di Tengah Hutan

24 Mei 2019   17:08 Diperbarui: 25 Mei 2019   09:00 1129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pemilih di India berpose dengan tinta di tangan setelah selesai melakukan pencoblosan di TPSnya untuk pemilihan umum. (Sumber: kompas.com)

Seperti Indonesia, India juga menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk pemilihan anggota Parlemen dan Perdana Menteri, mirip dengan pemilu serentak di Indonesia untuk pemilihan anggota legislatif dan Presiden. Hanya, di India partai mayoritas otomatis memenangkan pemilihan Perdana Menteri yang biasanya dijabat oleh ketua partainya. Jadi rakyat India tidak memilih Perdana Menterinya secara langsung.

Waktu pemungutan suara di India sangat berbeda dengan Indonesia. Jika Indonesia Pemilu di Indonesia hanya diwajibkan agar selesai dalam satu hari saja, tidak demikian dengan di India. India memulai Pemilunya pada 11 April 2019 dan berakhir pada 19 Mei 2019 dalam 7 tahapan. Memerlukan waktu lebih dari satu bulan untuk menyelesaikan proses pemungutan suara saja.

Pesta Demokrasi Terbesar di Dunia

Ini bukan antrean sembako, ini adalah antrean pencoblosan suara di salah satu TPS di India. Rata-rata TPS di India bertanggungjawab terhadap 900 daftar pemilih. (Sumber : Voa Indonesia)
Ini bukan antrean sembako, ini adalah antrean pencoblosan suara di salah satu TPS di India. Rata-rata TPS di India bertanggungjawab terhadap 900 daftar pemilih. (Sumber : Voa Indonesia)
India adalah negara yang mampu menyelenggarakan pesta demokrasi terbesar di dunia. Bagaimana tidak, dengan jumlah penduduk 1,3 Miliar lebih dengan luas wilayah 3,287 km kuadrat atau 3 kali luas wilayah Indonesia bukan merupakan perkara kecil. Mengurus urusan demokrasi di Indonesia saja melahirkan banyak perkara yang berlarut-larut bahkan hingga pemilu sudah usai 1 bulan.

Untuk Pemilu 2019, dari 1,3 Miliar penduduk tersebut, lebih dari 900 juta ditetapkan sebagai Daftar Peserta Tetap (DPT) pemilu yang akan berpartisipasi. Mereka akan memilih 8,251 dari lebih dari 1.841 partai politik. Sungguh sebuah ajang perhelatan demokrasi yang benar-benar memerlukan manajemen dan sosialisasi yang luar biasa. Banyaknya partai peserta pemilu di India karena banyaknya partai lokal dari setiap negara bagian yang berpartisipasi.

Dengan jumlah pemilih lebih dari 900 juta orang, India memerlukan lebih dari 1 juta TPS yang menurut aturan ECI (Election Comission Of India) atau KPU-nya negara India, seorang yang terdaftar di TPS tidak boleh keluar dari radius 2 km pada hari pemungutan suara. Dengan demikian, 1 TPS rata-rata bertanggung jawab terhadap 900 DPT. 

Parlemen 2 Kamar dan Kursi Khusus

Parlemen di India memiliki dua kamar, yaitu Lok Sabha dan Rajya Sabha. Lok Sabha adalah majelis rendah atau rumah rakyat. Ini merupakan anggota parlemen yang dipilih langsung oleh rakyat. Lok Sabha memiliki 543 kursi dari 245 yang disediakan dan setiap partai atau koalisi membutuhkan minimal 272 kursi agar bisa berhak membentuk pemerintahan yang sah dan konstitusional.

Sedangkan Rajya Sabha merupakan majelis tinggi parlemen yang anggotanya dipilih oleh anggota parlemen negara bagian. Presiden akan mengajukan nama yang akan dipilih yang berkontribusi besar dalam bidang seni, olahraga dan ekonomi India.

Ada dua kursi unik yang dikhususkan untuk kaum golongan berdarah Inggris-India. Di Indonesia disebut kaum "indo". Mereka merupakan keturunan Inggris dan orang Eropa atau Amerika lainnya yang menikah dengan India di masa Kolonial. Kursi ini tidak dipilih oleh rakyat keturunan secara langsung, namun dipilih oleh presiden secara langsung.

TPS di Tengah Hutan

Demi suara satu orang pendeta 0, ECI rela mendirikan TPS khusus di tengah hutan. (Sumber : intisari.gri.id)
Demi suara satu orang pendeta 0, ECI rela mendirikan TPS khusus di tengah hutan. (Sumber : intisari.gri.id)
Karena sistem radius per TPS yang diwajibkan oleh ECI maksimal 2 km, maka TPS harus sesuai dengan petunjuk geografis yang telah ditentukan oleh ECI. 

Untuk mengantisipasi warga yang berada di luar radius 2 mm dari TPS terdekat, pemerintah India sampai menyiapkan TPS di tengah hutan Gujarat yang merupakan rumah bagi singa-singa buas. Memang ada yang mencoblos di sana, tetapi hanya satu orang.

Tak sedikit TPS yang didirikan di daerah yang bahkan penduduknya hanya sedikit, tetapi itu merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan partisipasi pemilih. Untuk mengangkut logistik, disesuaikan dengan medan dan kondisi daerah. Ada yang menggunakan mobil, perahu, helikopter, kereta api, jalan kaki beratus kilometer, menggunakan tenaga gajah dan tenaga hewan lainnya.

Lebih dari 85.000 TPS berada di luar jangkauan telepon dan internet, serta lebih dari 20.000 TPS berada di tengah-tengah hutan liar, padang gurun, savana, dan daerah ekstrim lainnya. 

Petugas Bergilir

Petugas TPS harus mau bergilir. Setelah selesai di TPS A, maka hari berikutnya akan bertugas di TPS B di daerah yang lain. (Sumber : akurta.co)
Petugas TPS harus mau bergilir. Setelah selesai di TPS A, maka hari berikutnya akan bertugas di TPS B di daerah yang lain. (Sumber : akurta.co)
Ada lebih dari 5 juta aparat pemerintah serta personel polisi dan tentara yang dilibatkan untuk memastikan pemilu berjalan dengan lancar. Kurangnya sumber daya tidak memungkinkan pemilu untuk dilakukan hanya dalam satu hari saja. Jadi, aparat dan personel yang sama jika sudah selesai mengurus pemilu di TPS negara bagian A, maka selanjutnya akan ditugaskan ke TPS negara bagian B, begitu selanjutnya hingga 100% pemungutan suara selesai.

Cara itu juga efektif dalam mengurangi beban biaya yang anggarannya sangat terbatas. Meski anggarannya mencapai 96 Triliun rupiah (anggaran pemilu Indonesia hanya 25 Triliun), sulitnya menjangkau dan melewati medan menuju TPS membuat sumber daya, tenaga, waktu dan finansial yang dibutuhkan harus diperhitungkan dengan cermat.

Digitalisasi Pemungutan Suara

Mesin digital yang digunakan untuk pemungutan suara saat pemilu India. (Sumber: indiatoday.in)
Mesin digital yang digunakan untuk pemungutan suara saat pemilu India. (Sumber: indiatoday.in)
Meski India masih terkesan lebih tertinggal secara sosial dan ekonomi dari Indonesia, jangan remehkan cara mereka dalam melakukan pemungutan suara. India telah menggunakan Electronic Vooting Machine (EVM). Bahkan EVM telah dilakukan sejak 1989 untuk pemilihan umum regional di Goa, salah satu negara bagian India.

Sistem ini memberikan perubahan yang positif karena menggunakan digitalisasi. EVM sangat efektif dalam mengurangi penggunaan kertas karena EVM juga dapat digunakan berulang kali untuk pemilihan berikutnya. 

Pada dasarnya, EVM memiliki dua perangkat, yaitu Balloting Unit dan Controlling Unit. Balloting Unit ini berisikan nama dan simbol partai. Balloting Unit dihubungkan dengan cabel sepanjang 5 meter yang akan mentransfer data hasil polling para pemilih yang akan dijaga oleh petugas pemilu.

Untuk pemilih yang tidak ingin memilih satu partai pun tetapi tidak ingin suaranya sia-sia, maka dia bisa menggunakan opsi "None Of Those Above" ( NOTA). 

Selain menghemat biaya logistik dan biaya kertas, EVM juga sangat membantu bagi para pemilih karena sangat bermanfaat bagi yang buta aksara yang masih sangat banyak. Mereka cukup hanya menekan tombol saja, suara merema sudah terekam di EVM. 

Sistem digital yang dilakukan India sangat efektif dan efesien. Selain beberapa manfaat di atas, sistem digital EVM juga mempercepat proses penghitungan data karena data langsung ditransfer ke server ECI. Untuk Pemilu 2019 yang dilaksanakan pada 11 April-19 Mei 2019, proses penghitungan suara hanya satu hari saja, yaitu 23 Mei 2019. 

Bandingkan dengan Indonesia yang menggunakan waktu lebih dari sebulan (17 April - 21 Mei 2019) karena menggunakan sistem penghitungan manual. Belum lagi dengan dugaan kecurangan sana sini yang menjadi sarat pertikaian antar kubu masing-masing calon membuat lahirnya disintegrasi sosial yang berlarut-larut.

Petahana Menang Mutlak

Petahana partai Barathiya Janata (BJP) yang dipimpin oleh Perdana Menteri Nahrendra Modi meraih kemenangan mutlak dalam pemilihan umum 2019, jauh mengungguli pesaing terdekatnya, Rahul Gandhi. 

BJP unggul dengan meraih lebih dari 300 kursi parlemen, jauh melampaui target minimal sebesar 272 kursi parlemen. Sungguh sebuah kekuatan yang luar biasa karena pesaing terdekatnya Rahul Gandhi yang memimpin partai Kongres (India National Congres) hanya memperoleh 51 kursi, disusul oleh partai Kongres YSR dengan perolehan 24 kursi parlemen.

Nahrendra Modi memiliki priamdona tersendiri yang memikat pemilihnya. Jika Jokowi lebih dipertahankan karena kerja kerasnya yang nyata dalam bidang pembangunan Infrastruktur di Indonesia, maka elektabilitas Modi masih tinggi karena keberhasilannya menciptakan stabilitas keamanan nasional terutama dalam mengangkat nama India di kancah Internasional.

Modi memang sangat keras terhadap negara yang menjadi lawan konflik seperti Pakistan tentang perbatasan di Kashmir dan serangan terhadap kelompok militan Pakistan dan konflik militer terkini dan China di Laut China Selatan. Upaya ini menarik perhatian dan simpati yang mendalam bagi sebagain besar masyarakat India.

Pesta demokrasi terbesar di dunia dengan jumlah pemilih terbanyak dan jangkauan daerah demokrasi terluas di dunia memberikan kita pelajaran, salah satunya penggunaan sistem elektronik dalam proses pemunguta suara. Apalagi negara kita sudah 90% bisa dijangkau oleh sinyal internet yang memadai. 

Potensi ini akan menekan biaya serta mempercepat proses penghitungan suara secara real time, transparan dan mengurangi upaya kecurangan dan disintegrasi sosial akibat saling mencurigai. Jika India bisa, mestinya kita juga bisa, karena kita juga salah negara demokrasi terbesar didunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun