Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pidana 2 Tahun, Jalan Menjegal Ahok di Pilpres 2019

12 Mei 2017   07:48 Diperbarui: 12 Mei 2017   12:16 7611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Basuki Thahaja Purnama (Ahok) usai mengikuti sidang pembacaan putusan di pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sumber : Kompas (kristianto purnomo)

Upaya untuk menggagalkan pencalonan Ahok di Pilpres 2019 terwujud sudah melalui vonis 2 tahun penjara yang telah dilimpahkan oleh pengadilan Negeri Jakarta Utara. Ahok divonis bersalah atas dugaan penistaan agama Islam lewat ceramahnya di kepulauan seribu pada tahun lalu terkait dengan surat Al-Maidah ayat 51.

Kejadian ini praktis menjadi jalan terjal bagi pendukung Ahok yang ingin melihatnya untuk maju di Pilpres 2019 nanti baik sebagai calon presiden atau calon wakil presiden. Vonis ditetapkan pada selasa, 9 Mei 2017, jika ditambahkan dengan masa tahanan selama dua tahun genap, maka masa tahanan akan berakhir pada 9 Mei 2019, itu belum terhitung pada masa uji coba penahanan, penanguhan penahanan, dan penangguhan akibat banding yang bisa jadi mengakibatkan atau menambah durasi hukuman yang lebih lama dari perkiraan.

 Pada tahun yang sama, Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) dijadwalkan akan dilaksanakan pada 17 April 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Itu artinya, peluang Ahok untuk mencalonkan diri sekalipun sudah tertutup sebab pencalonan sebelum hari H pemilihan biasanya dilakukan setahun sebelum masa pemilihan.

Upaya ini menjadi kabar baik kepada pihak-pihak yang selama ini tidak suka terhadap pribadi dan karakter Ahok. Meski dikenal tegas, jujur, anti korupsi, dan berwibawa di tengah masyarakat umum, tetap saja banyak yang menolak keberadaannya. Sudah menjadi rahasia umum jika di Indonesia haram hukummnya untuk diperintah oleh warga keturunan minoritas, suku minoritas, dan agama minoritas. Meski tidak ada hukum tertulis soal masalah tersebut, tetapi keyakinan primitif mayoritas umat di Indonesia menjadikan siapapun individu yang berasal dari umat minortas yang akan maju sebagai status “dipilih” akan mengalami kesulitan yang sangat berarti dibanding dengan pihak yang berasal dari umat mayoritas.

Vonis yang dianggap kontroversial ini menjadi ajang yang sangat terbuka lebar bagi lawan-lawan pendukung Ahok untuk menancapkan pengaruh yang kuat ke seantero negeri. Momentum yang tepat seperti ini seakan membuat kekalahan telak bagi Ahok dan pendukungnya. Sudah kalah di Pilgub DKI, setelah itu masuk penjara lagi.

Sekali lagi, lawan Ahok menang telak dan berhak untuk berbicara banyak di pentas Pilpres 2019 nanti. Entah siapa yang dicalonkan untuk mewakili suara mereka di pentas Pemilihan presiden 2019 nanti, tetapi keberadaan Ahok memang sangat merisaukan bagi yang anti terhadap mantan bupati Belitung Timur ini. Ahok yang kerap bersuara keras dan lantang terhadap segala tindakan yang berbau korupsi ini teramat sangat dibenci.

Meski demikian, pendukung Ahok bukanlah sedikit. Terbukti sejak Ahok divonis bersalah, aksi-aksi damai (lebih damai dan aman dari 411) solidaritas terhadap Ahok berdatangan dari masing-masing kota di seluruh Indonesia. Aksi solidaritas dengan menyalakan seribu lilin, menyanyi di balaikota DKI, papan bunga, dan lain-lain adalah aksi yang sangat simpatik, sangat santun, dan sama sekali tidak menggangu ketertiban umum, jauh berbeda dengan aksi-aksi damai yang dilakukan sebelumnya oleh lawan Ahok hanya demi menuntut agar Ahok di penjara.

Mayoritas rakyat setuju jika pendukung Ahok sama dengan pendukung Jokowi. Ahoker adalah Jokower, begitu juga sebaliknya, Jokower adalah Ahoker sejati. Dan yang pasti, Jokower lebih besar daripada Ahoker sehingga upaya-upaya untuk menindas nilai anti korupsi, kejujuran, pluralisme, dan nilai-nilai Pancasila tetap masih belum bisa terlaksanakan karena masih ada sosok kunci, Joko Widodo yang akan menggalang dan merangkul semua umat di pilpres 2019 nanti.

Raga memang sudah terkurung dalam jeruji besi nan membatu, tetapi jiwa, ide-ide, pemikiran positif, jiwa anti korupsi, ketegasan, kejujuran, serta kejujuran tidak akan pernah hilang meskipun kiamat mengguncang. 2019 bolehlah menjadi waktu istirahat untuk instrospeksi diri bagi Ahok untuk kembali menyusun strategi berikutnya untuk memberantas korupsi, 2024 akan menjadi momentum terbaik bagi ahok untuk memimpin negeri ini kembali.

Waktu untuk 2 tahun tidak seberapa dibanding dengan 27 tahun masa penahanan Nelson Mandela, mantan presiden Afrikas Selatan yang memperjuangkan nilai-nilai persamaan hak asasi manusia dan menentang Aphartheid. Semoga saat ini Indonesia masih memiliki rakyat yang berjiwa pluralisme, pancasilais, jujur, dan anti korupsi masih lebih banyak jumlahnya daripada jiwa-jiwa yang anti pancasila, korupsi, dan radikal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun