Mohon tunggu...
jhon merari
jhon merari Mohon Tunggu... Visual Artist, Writer, and Content Creator -

Produsen Konten / Instagram : @kalikalire / email : jhnmerari@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mati Timbul Manusia Lenyap

31 Desember 2018   15:00 Diperbarui: 31 Desember 2018   15:36 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tubuh tergolek lesu dalam kurungan kubur. Manusia menanggis meminta mayat hidup kembali. Mayat berbisik kepada malaikat maut. Tidak perlulah mendengar suara manusia munafik. Mereka bukan peduli terhadap aku. Mereka hanya peduli pada warisan. Biarlah aku mati membawa warisan dan angan-angan mereka mengenai hidup nyaman.  

Malaikat  maut seketika terdiam dan mencerna maksud mayat. Keluarga inti mayat memang hanya jatuh hati dengan harta. Apa mungkin manusia jaman now memang berpola sekeji itu? Mayat berdiri dan tersenyum sinis. Malaikat bilamana engkau turun menjadi maut maka ambilah nyawa manusia tanpa melihat buku kehidupan.

Malaikat maut melipat tangan depan dada. Aku tidak bisa melakukan hal itu. Tuhan sudah menetapkan setiap ajal manusia. Aku barangkali hanya mampu muncul sebagai belantara penyakit bagi manusia. Lagipula aku tertarik apa manusia akan meminta tolong Tuhan atau bersandar pada kemampuan sendiri? 

Situasi bumi tiba-tiba mencekam. Bala penyakit baru datang dan menyerang manusia. Manusia mengeluarkan uang bagi peneliti memeriksa penyakit dan membuat penawar racun. Semua upaya manusia berujung sia-sia. Tahun demi tahun berganti dan manusia sudah menjadi mayat. Semua orang mati dalam keadaan menggenaskan. Kulit mengering. Daging menyusut. Mata melolot kesakitan. Mereka mati dalam kekeringan.

Tuhan memanggil malaikat maut. Ia disidang akibat penelitian sendiri. Tuhan lalu menghardik malaikat maut. Sudah tentu malaikat maut justru balik menyerang dan memberi fakta kepada Tuhan. Bahwa manusia sudah melupakan Tuhan. Mereka justru lebih suka memakai kekuatan sendiri. Pelan Tuhan meredakan amarah dan menasehati malaikat maut. Tugas kita bukan menumpas melainkan mengajari mereka dengan kasih.

Situasi bumi perlahan membaik. Sisa-sisa manusia kemudian bergotong royong untuk membangun tempat tinggal dan mencari makanan. Hiduplah mereka secara harmoni dengan alam dan hewan ataupun tumbuhan. Maka senanglah Tuhan dan malaikat maut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun