Aku berjalan di antara garis daratan dan lautan. Debur ombak seolah memanggil agar merebahkan tubuh ke dasar. Hembusan pasir malah menggoda agar berdiri menatap senja. Berulang kali senja disebutkan dalam bait puisi. Apa mereka tidak bosan. Barangkali senja sudah bosan dengan panggilan itu.Â
Pilihan jatuh membentur batin dan pikiran. Aku lebih memilih menjatuhkan tubuh menuju lautan biru tanpa batas. Ratusan ikan mengelilingi dan menciumi sekujur kulit. Kontan aku teringat ciuman mantan pujaan hati. Mulut terbungkan dan pikiran macet. Walau begitu ingatan lalu seolah mengalir memenuhi rongga memori lalu.
Motor melaju membelah malam. Hembusan angin malah membuat hangat tubuh kami. Sepasang tangan memeluk tubuhku. Jarak kami benar-benar lekat bagai perangko dan surat. Sambil kendaraan melaju, aku sempat membuang bualan mengenai masa depan. Mantan pujaan seolah tak peduli. Jangan pernah memprediksi masa depan. Selalu saja peringatan yang timbul ketika pujian dilempar.
Waktu mengulum kisah bahagia. Wanita pujian pergi akibat diterjang laju liar balapan mobil . Aku tertegun ketika mengetahui kabar maut pujaan hati. Tubuh membeku. Pikiran terjerembah menuju alkohol. Ratusan gelas kutenggak dalam jangka waktu dua minggu. Tubuh rontok. Pikiran merapuh luruh. Warna bola mata pun berubah kuning. Di titik ini aku tahu tidak punya pilihan selain pergi menyambanggi lautan.
Pagi tadi kupacu mobil dengan kecepatan penuh. Lintasan jalan di ujung pekan kali ini tidak terlalu padat. Deretan mobil yang biasa turun ke jalan sedang malas  melantai di jalan. Barangkali mereka sedang dibelenggu kemasalah. Dalam hati aku bahagia betul. Kurang dari sejam mobil dan aku sudah sampai tujuan. Bahagia betul hati ini.
Jalan setepak membelah hutang kering. Pohon kering berjejer sesuka hati. Hewan peliharaan dibiarkan bebas berlari kemana-mana. Orang-orang sempat melempar senyum dan bertanya sekadar basa-basi. Kujawab tiap pertanyaan menjemukan itu. Aku mau sendiri dan menikmati kepiluan.Â
Ombak memanggil aku agar menghampiri bibir pantai. Perlahan daratan berbisik menasehati bila keinginan memotong umur hanya berujung kesia-siaan. Aku rentang tangan di udara. Menghela nafas sampai lega. Kututup mata hingga rapat. Kosong. Sepi. Pikiran melantur memutar sepotong peristiwa masa depan. Aku melompat membentur dasar laut. Mantan pujaan hati menanggis mengamatiku. Aku tiba-tiba mundur beberapa langkah. Air mata mengalir deras dan bahagia memeluk batin. Aku balik badan lalu menyandarkan tubuh di tembok. Menutup mata dan memeluk kekosongan.
***