Mohon tunggu...
Jessyka Malau
Jessyka Malau Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Penikmat musik dan kopi hitam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Cinta dan Obsesi

9 Juli 2018   17:42 Diperbarui: 9 Juli 2018   21:46 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : theodysseyonline.com

"Darimana datangnya cinta? Dari mata turun ke hati.."

Sebuah penggalan lirik lagu yang sederhana namun menggambarkan dengan tegas bagaimana orang bisa jatuh cinta. 

Mata menjadi jendela yang mengundang cinta masuk ke dalam hati. Keindahan yang dilihat mata akan ciri fisik tertentu menimbulkan getar rasa. Entah itu warna kulit, tinggi badan, bentuk hidung, mata, rambut dan lain sebagainya.

Lalu, apakah itu yang disebut dengan cinta? Perasaan berdebar yang timbul karena melihat wajahnya? Rasa senang yang muncul saat melihat manisnya senyum dan tawanya? Sikap malu ketika berpapasan dengannya?

Seorang tokoh bernama Sabari dalam novel "Ayah" karangan Andrea Hirata adalah seorang remaja laki-laki yang baru lulus SMP. Sabari punya pandangan yang buruk tentang cinta. Ia menilai cinta sebagai sesuatu yang aneh, penuh tipu muslihat dan harus dihindari. Namun, semua itu berubah saat ia bertemu dengan Lena; perempuan yang membuat Sabari akhirnya merasakan hal yang pernah diceritakan teman-temannya. Suatu perasaan yang sangat ditolak dan dihindarinya; yaitu cinta.

***

Cinta dimulai dengan "perasaan tergila-gila" (infatuation) yaitu kondisi dimana kita tak bisa berhenti memikirkan orang yang dicintai dan ingin selalu bersamanya. 

Menurut Dr. Helen Fisher, kondisi otak manusia saat mengalami jatuh cinta hampir sama seperti kondisi seorang yang mengalami ketergantungan (adiksi). Saat mengalami jatuh cinta, terjadi proses kimiawi di dalam otak. Hormon dopamin dan serotonin diproduksi secara berlebihan sehingga menimbulkan efek suasana hati yang senang dan bahagia. Perasaan itu memberikan dampak positif sehingga cenderung diulang.

Sama seperti yang dialami oleh Sabari,

"Tak ada hari dilewatkannya tanpa memandangi foto Lena. Tiada jeda puisi dan surat dikirimnya." (dalam novel Ayah, hal.36)

Siapa yang dapat menolak cinta bila ia datang begitu saja? Erich Fromm menegaskan bahwa kondisi jatuh cinta merupakan hal yang terjadi di luar kendali manusia. Hanya saja, kesalahan yang seringkali terjadi adalah muncul kebingungan dalam mengenali perasaan tergila-gila sebagai cinta yang sebenarnya.

Lantas, apa yang membedakan antara cinta dan obsesi? Perbedaan mendasar antara cinta dan obsesi ditentukan oleh responkita terhadap perasaan tergila-gila (infatuation). 

Perasaan tergila-gila (infatuation) adalah suatu proses yang wajar terjadi, namun hanya berlangsung sementara. Beberapa hasil penelitian menemukan bahwa fase ini hanya berlangsung selama 3-6 bulan saja.

 Hal ini disebabkan karena perasaan tergila-gila itu adalah emosi yang bersifat fluktuatif; naik turun. Sama seperti gelombang air laut yang pasang surut. Tidak bisa stabil terus menerus. Sulit bagi kita untuk memunculkan perasaan ini setiap waktu. Apabila kita hanya fokus pada perasaan itu dan berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankannya, maka secara tidak langsung kita sedang menumbuhkan obsesi. 

Bayangkan apa yang terjadi apabila kita membangun relasi hanya didasarkan oleh perasaan itu? Ya, ada banyak pasangan yang akhirnya memilih berpisah karena merasa tidak lagi merasa seperti pertama kali bertemu. Ada yang berubah. Tidak ada muncul chemistry atau percikan asmara. Tidak ada lagi perasaan tergila-gila. 

Lain halnya apabila kita menanggapi perasaan itu secara positif dengan menunjukkan bahwa kita peduli pada orang yang dicintai melalui perbuatan sehari-hari, sekecil apapun itu. Itulah yang dinamakan dengan "cinta yang sebenarnya". Cinta yang membutuhkan  komitmen, intimasi dan usaha aktif hari lepas hari agar perasaan saling memiliki dan membutuhkan dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar pada kedua belah pihak.

Kembali lagi pada kisah Sabari. Saya meyakini bahwa awalnya Sabari memang mengalami obsesi terhadap Lena. Menariknya, di akhir cerita, saya menemukan esensi cinta dan ketulusan Sabari. Hal ini terjadi setelah lahirnya Amiru, buah cinta dari pernikahannya dengan Lena. Sabari menegaskan pada anaknya, 

"Ingat, Boi, dalam hidup ini semuanya terjadi tiga kali. Pertama, aku mencintai ibumu, kedua aku mencintai ibumu, ketiga aku mencintai ibumu." (Ayah, hal.394)

Antara cinta dan obsesi. Mana yang Anda pilih?

Selamat membangun cinta!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun