Mohon tunggu...
Jeri Santoso
Jeri Santoso Mohon Tunggu... Nahkoda - Wartawan

Sapiosexual

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

MukaRakat, Berburu Kearifan Lokal dalam Pusaran Hip-Hop Indonesia

12 Oktober 2019   02:30 Diperbarui: 13 Oktober 2019   10:44 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MukaRakat. (sumber: Facebook Lipooz/MukaRakat)

Baru-baru ini supermusic.id (sebuah portal media musik Indonesia) merilis artikel dengan tajuk "4 Crew Hip-Hop Lokal yang Lagi Panas". Dari deretan empat grup musik tersebut, muncul satu nama yang kiblatnya lagi booming di pasar hip-hop Indonesia.

Mereka adalah MukaRakat. Sebuah grup musik lokal asal NTT bermarkas di Bali yang mengawali karir dalam dunia hip-hop sejak Mei 2017 kemarin. Sebelumnya, MukaRakat hanya grup musik  yang biasa nimbrung di cafe-cafe dan bar.

Kerap kali juga mereka diundang dalam banyak festival musik bergengsi, seperti Soundrenaline Festival, Legian Beach Festival, Raw Materials 8 (Bali), Street Dealin XI (Jakarta), Projam International Open (Bali), dan masih banyak lagi. 

Namun kemunculan mereka di pasar hip-hop Indonesia kemudian membuat geger banyak penikmat hip-hop, dengan dirilisnya lagu Rompes: "Rombongan Pesta" pada Maret 2018 yang menjadi lagu ikonik MukaRakat.

Dipayungi oleh brand 16 Bar Indonesia, Rombongan Pesta berhasil menggaet lebih dari 1 juta tontonan dalam seminggu di Youtube. 

Di tengah pusaran hip-hop Indonesia yang hanya memprioritaskan popularitas dan kemasan ketimbang konten yang powerfull dalam lagu, MukaRakat justru hadir sebagai local pride dengan segmentasi yang berbeda. 

Kekuatan rima, flow yang deras, kombinasi musik etnis dan modern, identitas kearifan lokal, dengan kritik sosial yang tajam sangat langka ditemukan dalam hip-hop Indonesia.

Squad hip-hop bentukan kiwari ini pertama kali hadir dengan kombinasi keroyokan. Namun dalam perkembangannya, mempertahankan komposisi personil agaknya susah bagi MukaRakat. 

Sekarang beranggotakan 4 orang; Lipooz, DirtyRazkal, D'Flow, dan I'm Rapholic. Seperti biasa, banyak rapper yang identitasnya disamarkan, mereka juga begitu. Namun, Desember 2018 kemarin MukaRakat memperkenalkan personil baru mereka yaitu DJ Geramar.

Sumber: Urbain Record.
Sumber: Urbain Record.
Kehadiran Geramar tampaknya memberi ornamen baru dalam khazanah musik old school MukaRakat. Bunyi-bunyian scratches ala seorang DJ dipadukan dengan dentuman modern-etnik khas MukaRakat bikin ketagihan para penikmat hip-hop.

Tapi roh sebenarnya MukaRakat ada dalam entitas kearifan lokal Indonesia Timur yang terus dipertontonkan, entah lewat kombinasi musik, atribut pakaian, lirik dan logat khas ketimuran, serta-merta penggunaan bahasa daerah dalam lirik. 

Selain itu, kritik sosial yang mereka dengungkan betul-betul menggambarkan kondisi NTT yang sesungguhnya terpuruk dalam urusan sosial-ekonomi.

Dalam lagu Kuda Hitam, misalnya; yang dirilis beberapa bulan lalu, pertautan kearifan lokal Indonesia Timur dikedepankan dalam musik dan lirik. Tapi sebetulnya ada kritik sosial yang dikumandangkan dalam lagu tersebut. 

Front Mic MukaRakat, Lipooz, langsung membuka hook lagu Kuda Tuli dengan potret Indonesia Timur yang  terpinggirkan dalam atmosfir permusikan. "Rambut keriting, kulit hitam, mata menyala. Terlalu lama jadi anak tiri di karya dan negara," lirik pembuka lagu tersebut.

Selanjutnya dalam lagu Indonesia vs Everybody, bersama dua pesohor musik lainnya (Ras Muhamad dan Tuan Tigabelas), lagu tersebut bercerita tentang pentingnya keberagaman dalam menjaga ibu pertiwi yang harmonis. 

Identitas kebudayaan setiap orang dari Sabang sampai Merauke adalah kekayaan kultural yang perlu dijaga. Keberagaman budaya ditampilkan dalam lagu tersebut, dan barangkali menjadi roh yang kuat untuk didengarkan banyak orang.

Masih tentang isu kearifan lokal, barusan MukaRakat merilis lagu. Judulnya "Lempa Golo". Ini adalah frasa bahasa Manggarai, NTT yang disematkan untuk para petarung arena "caci". Secara harfiah, "lempa golo" artinya berjalan merintangi bukit. 

Dalam lagu tersebut, "lempa golo" dibikin pemaknaannya lebih kekinian. Bahwa term bahasa tersebut diisyaratkan untuk menggambarkan kehidupan para perantau yang mengadu nasib, bertemu banyak pergulatan.

Membawa serta khazanah budaya dalam produk kesenian adalah ihwal yang mulia. Ini cara paling up to date agar identitas kebudayaan suatu daerah dapat dikenal banyak orang. 

Industri musik pun demikian. Sedikit sekali, musisi Indonesia yang memadukan unsur etnis yang disematkan dalam lagu-lagu. Baperan melulu bisa bikin bosan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun