Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perilaku Agresif dan Solusi Terbaik untuk Mengatasinya

17 Agustus 2018   20:22 Diperbarui: 21 Agustus 2018   08:14 1682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tekanan di tempat kerja dapat menjadi penyebab perilaku agresif. Sumber: alert.psychnews.org

Perilaku agresif tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Perilaku ini juga dapat termanifestasi dalam relasi antarmanusia, bahkan dalam relasi yang paling intim di rumah antara suami dan istri. 

Sebuah penelitian deskriptif bidang psikologi di Amerika Serikat tahun 2016 menunjukkan bahwa umumnya anak-anak pernah mengalami perilaku agresif orang tuanya sebelum mereka berusia 18 tahun. 

Perilaku agresif orang tua itu termanifestasi dalam teriakan atau bentakkan, penghinaan atau kritikan yang tajam, pemukulan secara fisik, sampai perilaku yang menciderai anak-anak. 

Sekadar menyebut contoh, 89 persen dari 91 responden perempuan (istri atau ibu) pernah melakukan tindakan agresif berupa teriakan maupun membentak anak-anak mereka, sementara 84 persen dari 91 suami atau bapak juga melakukan hal yang sama.

Per definisi, perilaku agresif menggambarkan tindakan atau perilaku manusia yang berupaya membela, mempertahankan diri. Selain itu, bisa agresif juga bisa dikatakan sebagai tindakan atau perilaku yang memaksakan kekuatan dan kekuasaan kepada orang lain dengan cara yang merusak, menghancurkan dan membahayakan mereka. 

Biasanya, orang yang menjadi korban perilaku agresif umumnya merasa dirinya sebagai dikuasai atau didominasi, dipermalukan, merasa bersalah atau direndahkan dalam suatu situasi tertentu. Demikianlah, pada titik yang paling ekstrem, perilaku agresif berpotensi menyebabkan orang lain menjadi bahaya, terluka, tersakiti, dan semacamnya. 

Merujuk ke penelitian deskriptif yang kami rujuk di atas, sekitar 17 persen ibu dan 18 persen bapa di Amerika Serikat yang berperilaku agresif kepada anak-anak mereka sampai menyebabkan cacat atau luka secara fisik.

Perhatikan bahwa suatu perilaku disebut agresif karena perilaku tersebut dilakukan secara berulang, secara intensional, diarahkan kepada orang lain demi mencapai hasil yang sudah ditentukannya sebelumnya. 

Sudah hampir pasti, orang yang berperilaku agresif tersebut bertindak tidak memberi ruang diskusi bagi orang yang terlibat dalam relasi tersebut.

Pada level yang paling ringan (mild) pun perilaku agresif dapat juga terjadi. Mari kita ambil sebuah contoh. Katakan saja, Anda menaksir seseorang dan ingin menjadikannya sebagai pasangan atau pendamping hidupmu. Setelah bertukar nomor kontak, misalnya, Anda mengirimkan dia pesan-pesan pendek yang dilakukan hampir seharian penuh. 

Mungkin juga Anda mengirimkan bunga dan hadiah-hadiah lainnya yang belum tentu dia sukai. Sekali lagi, karena Anda tidak memberi ruang dialog yang cukup, perilaku Anda itu dapat melukai orang tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun