Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lima Langkah Jitu Meminta Maaf

19 Maret 2018   07:00 Diperbarui: 20 Maret 2018   04:28 2285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meminta maaf adalah cara terbaik untuk memulihkan relasi sosial (thoughtco.com)

Ribuan kata terucap tak-bertepi. Terangkailah kata yang menenun seuntai rasa penyesalan. Mulut yang semula kotor penuh nista dan kebencian pun kini melantunkan kata "maaf" ketika tutur telah terlanjur berujar, ketika hati telah lebih dahulu membenci, dan ketika sikap telah melukai sesama. Kata "maaf" yang terujar dari lubuk terdalam mewakili kepedihan cinta yang telah membuatmu menangis. 

Kata "maaf" itu menjadi penanda keinginan untuk kembali merajut tali kasih dan benang persaudaraan. Dan ketika "maaf" itu kau terima dengan lapang dada, dan ketika senyum itu kau paterikan dari balik wajahmu yang pernah terluka, maka tali kasih dan benang persaudaraan itu kembali terajut. 

Naluri manusiawi kita yang telah berbudaya umumnya mendorong kita yang telah melakukan kesalahan untuk mengakuinya dan meminta maaf. Karena itu tidaklah tepat jika orang mengatakan bahwa "Love means never having to say you're sorry". Itu rangkaian kata dari seorang Erich Segal dalam novelnya berjudul Love Story. 

Ungkapan ini terdengar romantis tetapi sebetulnya salah kaprah. Ia tidak bisa diklaim sebagai mewakili budaya populer, bahwa menyatakan penyesalan seakan merendahkan diri sendiri. Seorang Guru Spiritual bahkan menganjurkan untuk selalu meminta maaf, bahkan ketika seseorang disakiti berkali-kali dan orang yang menyakitinya itu datang dan meminta maaf, pintu maaf harus selalu terbuka baginya.

Meminta maaf pertama-tama adalah dorongan atau tuntutan dalam kehidupan bersama yang telah berbudaya. Disebut tuntutan dalam kehidupan bersama karena konflik, pertentangan, permusuhan, perselisihan, dan semacamnya tidak hanya merenggangkan jarak relasi manusiawi, tetapi justru menghancurkan kehidupan itu sendiri. Individu selamanya tidak sanggup hidup seorang diri, maka ketika kesalahan yang diperbuatnya membuat orang lain terluka dan menjauh, dia justru sedang menggali kubur kehancurannya sendiri.

Meminta maaf pertama-tama adalah dorongan atau tuntutan dalam kehidupan bersama yang telah berbudaya.

"Maaf" juga disebut penanda kebudayaan manusia persis ketika praktik itu berhasil menggantikan aksi balas dendam barbarik berlandaskan semangat "mata ganti mata dan gigi ganti gigi". Kata maaf lalu menandai tingkat peradaban manusia. Praktik itu membuat kehidupan bersama menjadi lebih halus dan lembut.

Telah ada banyak buku psikolog dan motivator yang bicara mengenai maaf. Telah terpapar juga berbagai teori dan nasihat mengenai bagaimana harus memberi maaf, tentang sikap batin apa yang dibutuhkan, bahkan tentang pentingnya sanksi sosial terhadap orang yang telah melakukan kejahatan kepada kita. Dari sekian banyak model, teori ataupun nasihat itu, saya tertarik dengan lima langkah teramat sederhana yang direfleksikan dalam tulisan ini. 

Bagi saya, ketika saya melakukan kesalahan yang membuat orang lain terluka, saya wajib meminta maaf. Tetapi supaya permintaan maaf saya itu tulus dan mampu merekonsiliasikan hubungan antarmanusia, kelima hal ini harus saya proses dalam diriku. Kelima hal tersebut adalah (1) menunjukkan penyesalan; (2) menerima tanggung jawab; (3) memberikan tebusan atas kesalahan; (4) dengan tulus mau bertobat dan (5) memohon pengampunan.

Mari kita ambil sebuah contoh ekstrem berikut. Saya telah memfitnah seorang teman, misalnya dengan menyebar berita bohong di antara teman-teman sekantor, bahwa teman itu sedang berselingkuh dengan rekan kantor lainnya. Sebenarnya saya tidak tahu persis apakah kabar itu benar atau tidak, tetapi karena saya kadang kurang suka pada teman itu, saya lantas menyebarkan isu itu di antara teman-teman. Dan ketika teman itu tahu bahwa saya menyebarkan kabar bohong alias gosip, dia menjadi sangat marah. Hubungan kami pun renggang dan dingin dalam waktu seketika.

1. Menunjukkan penyesalan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun