Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Filsafat dan Rina Nose yang Tidak Lagi Berjilbab

19 November 2017   14:24 Diperbarui: 21 November 2017   07:14 78109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rina Nose ketika masih mengenakan jilbab dan sesudah tidak lagi berjilbab. Sumber: tribunnews.com

Dalam konteks pergulatan batin seorang Rina Nose, jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan filofofis ini tidak mudah untuk direalisasikan. Jika refleksi filosofis yang dilakukan Rina atas hidupnya itu benar - saya membayangkan Rina mempertanyakan statusnya sebagai seorang figur publik yang berjilbab, lalu bertanya soal apakah hidupnya menjadi lebih baik karena berjilbab, apakah kebaikan yang dia buat itu karena dia seorang muslimah berjilbab, apakah dia tidak bisa melakukan kebaikan jika tidak mengenakan jilbab, apakah jilbab itu dirinya dan semacamnya - jawaban yang dia dapatkan adalah sebuah imperatif yang membuat dia bersikap etis secara sangat otonom, tidak peduli apa persepsi dan pendapat dari luar. 

Jadi, misalnya, ketika Rina Nose mendapatkan jawaban seperti berhijab atau tidak berhijab bukanlah ukuran untuk melakukan kebaikan, dan bahwa orang berhijab pun memiliki potensi untuk bertindak tidak etis, dan bahwa orang tidak berhijab juga berpotensi melakukan kebaikan, maka dia sebenarnya sedang menemukan sebuah pijakan baru yang lebih substansial. Itulah pijakan yang melampaui segala kategorisasi eksternal yang kita kenakan pada suatu tindakan sebagai baik dan buruk, haram atau halal, kafir atau beragama, dan semacamnya. Dalam konteks inilah Rina Nose menegaskan dirinya sebagai seorang individu yang sangat bebas dan otonom (dalam artian Kantian).

Bagi saya, ini adalah sebuah pergulatan hidup yang tidak mudah bagi Rina Nose. Di satu pihak, ini adalah sebuah proses pencarian dan penemuan jati diri. Dan di akhir pencarian jati diri itu, Rina Nose menyadari bahwa dirinya itu bukanlah sosok yang berjilbab atau tidak berjilbab, tetapi seorang individu (persona), seorang pribadi yang seluruh kebaikan sikap dan tindakannya ditentukan oleh pilihan bebas dan otonomnya dalam melakukan segala tindakan. 

Kalau pun kemudian Rina Nose tetap bertahan sebagai seorang Muslimah, seluruh sikap dan tindakan baik yang dia lakukan pertama-tama bukan karena agama yang dia anut, tetapi karena pilihan yang bebas dari seorang Rina Nose yang otonom dan yang meyakini bahwa Tuhan yang dia imani telah membantunya menemukan diri dalam keutuhannya. Rina Nose mengimani Tuhan sebagai Dia yang "Maha Penyayang dan Maha Baik", Tuhan yang tidak mudah menghukum seseorang hanya karena orang itu berhijab atau tidak berhijab.[4]

Pengakuan Rina Nose menegaskan bahwa pergulatan mencari makna dan jati diri ia lalui sebagai sebuah proses yang lama dan bertahap. Saya memaknakannya sebagai "proses" untuk menangkis tuduhan bahwa Rina Nose sedang galau, bahwa dia memutuskan sesuatu secara tiba-tiba, bahwa dia sudah meninggalkan agama, dan sebagainya. 

Dan ini hanya bisa kita mengerti secara baik jika kita tempatkan dalam situasi sosial-budaya Indonesia yang lebih sering terpesona pada simbol-simbol keagamaan eksternal dan kecenderungan massa yang menghakimi dan menyalahkan orang lain jika tidak mengenakan simbol-simbol keagamaan tersebut. Dalam arti itu, pilihan yang diambil seorang Rina Nose tidak hanya sebuah pilihan yang bebas dan otonom, tetapi juga sebuah keberanian luar biasa. Dia sadar, berbagai reaksi negatif sedang menghadang di depan pintu.

Melampaui Simbol Agama

Menurut saya, tulisan Rina Nose di akun pribadi Instagram pada tanggal 9 Agustus 2017 - yang kemudian dihapusnya sendiri - sedikit banyak memberikan gambaran atas pencarian jiwanya.  Kunjungannya ke Jepang membuat dia terkonfrontasi dengan pengalaman sangat eksistensial, yakni ketika dia melihat orang Jepang yang tetap berperilaku baik meskipun tidak beragama. Tentang pengalamannya di Jepang itu, Rina Nose menulis demikian: 

Ada pelajaran baru yang saya dapat dari penduduk Jepang selama dua hari saya di sini. (1) Mayoritas penduduk sini rupanya tidak memiliki kepercayaan terhadap suatu agama, bahkan Tuhan.Tapi sebagian mereka percaya bahwa ada kekuatan yang jauh lebih besar dari diri mereka. Ada yang menarik, (2) tanpa kepercayaan terhadap agama tertentu, mereka begitu menjunjung tinggi nilai moral dan kemanusiaan. (3) Memiliki rasa syukur yang begitu besar atas semua kenikmatan yang mereka peroleh, dengan cara menghormati setiap makhluk hidup, makanan dan alam. (4) Memiliki kesadaran tinggi akan ketertiban, kedisiplinan, dan kebersihan. 

Sulit menemukan tempat sampah di sini, tapi juga sulit menemukan sampah berceceran di setiap sudut nya. Hampir tidak ada. (Mungkin saya belum mengunjungi semuanya, tapi sejauh mata ini melihat, memang setiap sudutnya terlihat rapih dan bersih). Satu hal lain yang menarik perhatian saya, ketika saya menemukan beberapa penduduk asli yang tiba-tiba ingin memeluk suatu kepercayaan. Kemudian saya bertanya, kalau hidupmu sudah sebaik ini tanpa agama, lalu kenapa kamu ingin mencari Tuhan dan ingin memiliki agama?[5]

Perhatikan bahwa angka-angka yang ada dalam kurung itu berasal dari saya. Dengan cara ini saya coba memberikan penekanan pada apa yang dikatakan Rina Nose. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kunjungan Rina Nose ke Jepang tidak hanya membuka kesadarannya mengenai situasi keberagamaan dan pengaruhnya pada keutamaan sosial orang Jepang. Rina Nose juga (dan terutama) menemukan jawaban terhadap berbagai pertanyaan eksistensial yang dia hadapi.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun