Mohon tunggu...
Komunitas Jerami
Komunitas Jerami Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jemaat Rahmatan lil Alamin Indonesia ~ http://agamauniversal.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Artis Korea sebagai Idola Remaja, Racunkah?

18 April 2012   01:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:29 1729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13347128761859867089

Konon, seorang remaja begitu mengidolakan SuJu, sehingga menuntut orangtuanya yang miskin untuk berhutang agar dapat membelikan tiket konsernya seharga satu juta rupiah. Apakah dengan begitu, kita bisa menyebut bahwa artis Korea tersebut telah meracuni remaja kita? (Kemarin, ada sebuah artikel Terekomendasi berjudul "Fenomena Artis Korea Mulai Meracuni Remaja Kita!".)

Tidak bisa! Yang meracuni itu bukan artis Korea-nya. Yang salah adalah pengidolaan yang berlebihan.

[caption id="attachment_175317" align="alignleft" width="300" caption="sumber: superjunior.smtown.com"][/caption]

Sobat, marilah kita hentikan kebiasaan mencari-cari kesalahan pihak luar walau demi melindungi anak. Marilah kita introspeksi. Mungkin yang meracuni anak remaja itu justru kita sendiri selaku orangtua!

Apakah kita biasanya marah ketika omongan kita dibantah anak kita? Apakah kita mengharap anak kita selalu mematuhi kita selaku orangtua? Kalau iya dan iya, maka itu berarti kita mengarahkan anak kita untuk menjadikan kita sebagai idola mereka secara berlebihan. Maka jangan heran bila dia mengidolakan orang lain, maka dia pun akan memuja sang idola secara berlebihan pula.

Apakah kita biasanya cuek kalau omongan kita dibantah anak kita? Apakah kita selalu atau hampir selalu mengikuti keinginan anak? Kalau iya dan iya, maka jangan kaget bila dia menempatkan idolanya atau dirinya sendiri di atas orang2 lain, termasuk kita sendiri selaku orangtuanya.

Lantas, bagaimana sebaiknya kita selaku orangtua?

Dialog! Ya, dialoglah yang menurut saya merupakan salah satu langkah terbaik. Mengapa? Karena secara agama saya (Islam), remaja itu sudah memasuki masa "aqil-baligh". Akal mereka sudah cukup matang, sehingga pahala-dosanya sudah diperhitungkan karena dianggap telah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Selain itu, anak kita sangat senang bila diajak bicara tentang idola mereka.

Kepada putri remaja kami, yang kebetulan juga menggemari K-Pop dan drama Korea, saya biasa berdialog:
- "Menurut kamu, apa kebiasaan baik idola kamu ini?"
- "Mengapa kamu menganggapnya itu kebiasaan baik?"
- "Perlukah kita meniru kebiasaannya itu? Mengapa?"
- (dan pertanyaan2 lain yang lebih mendalam sampai ke "Bagaimana caranya supaya kita bisa mengikuti kebiasaan baik dia dan menjauhi kebiasaan buruknya?)

Kita juga tidak perlu menanamkan dogma kepada anak kita, seperti "Itu pasti jelek", "Ini pasti baik", "Itu 100% salah", "Ini 100% benar", dsb. Sebab, penanaman dogma seperti itu bisa menyebabkan anak kita menjadi terlalu fanatik. (Lihat "Jangan Biarkan Anak-anak Kita Menjadi Teroris!".)

Karena itu, ketika dalam dialog itu saya amati bahwa anak saya cenderung berpandangan bahwa "operasi plastik itu pasti buruk" dan "bunuh diri itu 100% salah", maka saya terus "mengejar" dia dengan pertanyaan-pertanyaan sampai dia mengambil kesimpulan yang sejalan dengan prinsip "Innamal a'maalu binniyyaati" (Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niatnya) dan beberapa prinsip lain yang selaras dengan ilmu ushul fiqih (diantaranya bahwa dalam keadaan darurat, yang haram pun berubah menjadi halal dan "Apa sih Hebatnya Bermewah-mewah?").

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun