Mohon tunggu...
JepretPotret
JepretPotret Mohon Tunggu... Freelancer - ........ ........

........

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Selalu Masih Ada Keajaiban

14 Juli 2018   22:22 Diperbarui: 14 Juli 2018   22:34 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: independent.co.uk)

Tim nasional sepakbola Kroasia telah terbentuk mulai 1940 hingga 1944. Pada masa 1919 hingga 1939, mereka bermain bagi Kerajaan Yugoslavia. Sementara tahun 1945 hingga 1992, mereka bermain bagi Republik Federal Sosialis Yugoslavia. 

Dalam Piala Dunia 1990 di Italia, Yugoslavia tampil dengan skuat muda dari generasi kampiun Piala Dunia U-20 tahun 1987. Generasi emas ini banyak yang berasal dari Kroasia, antara lain Andrej Panadic, Robert Jarni, Davor Suker, Alen Boksic. 

Agresi militer Yugoslavia dalam peperangan Balkan, telah memunculkan resolusi pemberian sanksi oleh PBB. Yugoslavia akhirnya harus menerima kenyataan, dilarang tampil dalam Piala Eropa (Euro) 1992 di Swedia. UEFA pun menunjuk runner-up Denmark sebagai penggantinya. Anggota skuat asal Kroasia yang turut membawa Yugoslavia menjuarai kualifikasi grup Euro 1992 adalah Robert Jarni, Zvonimir Boban, Alen Boksic, Robert Prosinecki, Davor Suker. 

Justru tim Denmark secara mengejutkan tampil meledak-ledak bagaikan dinamit, yang meluluhlantakan para unggulan. Denmark dapat menjadi kampiun Eropa, dengan menumbangkan Kampiun Piala Dunia 1990 Jerman dengan skor 2-0 dalam partai puncak Euro 1992. 

Seiring waktu Kroasia dapat berdiri menjadi negara tersendiri, memisahkan diri dari Yugoslavia. Robert Prosinecki pun lebih memilih berkewarganegaraan Kroasia, mengikuti sang ayah dibandingkan dengan asal ibu yang Serbia. Talenta pesepakbola Kroasia lain yang terkenal adalah seperti Igor Stimac, Slaven Bilic, Igor Tudor, Dario Simic, Robert Jarni, Zvonimir Boban, Mario Stanic, Aljosa Asanovic, Davor Suker, Alen Boksic.

Namun dari sekian nama dari deretan bintang Kroasia, hanya Boksic yang paling sering mengalami tak keberuntungan. Cedera kaki kronis selalu menggagalkan dirinya tampil dalam turnamen akbar seperti Piala Dunia 1998 dan Euro 2000. Akibat kambuh cederanya dalam Euro 1996, Boksic hanya tampil sekali dalam pertandingan pembukaan fase grup. Debut Piala Dunia bagi Boksic terjadi saat tampil di Jepang pada 2002. 

Euro 1996 di Inggris merupakan ajang resmi akbar pertama bagi Kroasia. Salah satu partai fase grup, Kroasia berhasil memberikan pelajaran terhadap tim Dinamit Denmark, yang telah "merampok" hak pemainnya semasa bergabung dengan Yugoslavia dalam kualifikasi Euro 1992. Gawang Denmark yang dijaga oleh Peter Schmeichel harus menerima kenyataan pahit, jalanya harus meledak hingga tiga kali akibat dibombardir Kroasia. 

Gol dari Suker-lah, yang akan menjadi kenangan terpahit bagi dirinya. Suker yang berhasil lolos dari jebakan offside, kemudian men-chip bola melewati hadangan Schmeichel yang maju untuk menutup ruang. Bola bergerak tinggi tanpa dapat dijangkau Schmeichel yang berusaha melompat setinggi mungkin. Keajaiban ala Kroasia sangat disayangkan harus terhenti oleh Panser Jerman dengan skor 1-2 di babak perempat final Euro 1996.

Suker men-chip bola ke gawang Schmeichel [Foto: screenshot Youtube UEFAtv]
Suker men-chip bola ke gawang Schmeichel [Foto: screenshot Youtube UEFAtv]
Tren positif generasi emas Kroasia di Euro 1996, masih berlanjut dalam Piala Dunia 1998 di Prancis. Pelatih gaek Miroslav Blazevic berhasil membawa Vatreni (julukan Kroasia) hingga ke semifinal. Impian menuju partai puncak harus sirna, terhadang oleh ketangguhan tuan rumah Prancis dengan skor 1-2. Namun posisi ketiga dapat diraih setelah menjungkalkan Belanda dengan skor 2-1. 

Era generasi emas mulai meredup, dengan gagal tampil dalam Piala Eropa 2000 dan Piala Dunia 2010. Kemudian hanya dapat bertahan dalam fase grup di Piala Dunia 2002, Piala Eropa 2004, Piala Dunia 2006, Piala Dunia 2014. Lalu dapat menembus perempat final Piala Eropa 2008 dan Piala Eropa 2016. 

Dalam babak kualifikasi zona Eropa Piala Dunia 2018 ini, Kroasia harus tertatih-tatih berada di peringkat kedua Grup I. Islandia yang memberikan kejutan, dengan keajaibannya dapat menjadi pemuncak grup dan langsung lolos menuju Rusia. Kroasia akhirnya membuktikan kehebatan spirit perangnya, dengan dapat menaklukkan Yunani (4-1 leg pertama, 0-0 leg kedua) dalam partai play-off untuk mengamankan satu tiket menuju Rusia. 

Rupanya Kroasia dan Islandia dapat diibaratkan sebagai dua insan yang saling menyakiti namun saling merindukan. Mereka kembali tergabung dalam Grup D dalam putaran final Piala Dunia 2018, menemani Nigeria dan Argentina. Generasi emas baru di era pelatih Zlatko Dalic, kembali berusaha membangkitkan spirit bahwa selalu masih ada keajaiban. 

Skuat Kroasia ini tak kalah hebatnya dengan skuat di Euro 1996 dan Piala Dunia 1998. Mereka antara lain Danijel Subasic (AS Monaco), Dejan Lovren (Liverpool), Sime Vrsaljko (Atletico Madrid), Ivan Strinic (Sampdoria), Luka Modric (Real Madrid), Mateo Kovavic (Real Madrid), Marcelo Brozovic (Inter Milan), Ivan Perisic (Inter Milan), Ante Rebic (Eintracht Frankfurt), Ivan Rakitic (Barcelona), Mario Mandzukic (Juventus). Nikola Kalinic (AC Milan). 

Elang Afrika Nigeria, berhasil dipatahkan sayapnya dengan kemenangan 2-0 dalam pertandingan perdana. Gol Modric melengkapi gol bunuh diri pemain Nigeria. Kemudian Tango Argentina dengan Lionel Messi dan Sergio Aguero, berhasil dijungkirbalikan dengan skor 0-3 oleh gol Rebic, Modric, Rakitic. Lalu anak bawang Islandia yang pernah mempermalukan Kroasia, dihajar pula 1-2 oleh gol Milan Badelj dan Perisic. 

Selain Islandia, ternyata Denmark menjadi lawan sehati Kroasia dalam berbagai pertandingan internasional. Dalam babak 16 besar ini, Kroasia harus bersusah payah melewati 120 menit untuk menaklukkan Denmark dalam drama adu penalti. 

Modric memperlambat kemenangan Kroasia, dengan kegagalan mengeksekusi tendangan penalti dalam masa perpanjangan waktu. Kiper Denmark Kasper Schmeichel harus menerima kenyataan pahit, bagaikan mendapatkan "kutukan" seperti ayahnya Peter Schmeichel. Anak dan ayah ini, harus mengalami kesedihan apabila menghadapi Kroasia dalam pertandingan akbar seperti Piala Dunia 2018 dan Euro 1996. 

Tendangan ajaib Modric dari titik putih dalam drama adu penalti antara Rusia melawan Kroasia, terjadi dalam babak perempat final Piala Dunia 2018 di Sochi - Rusia pada 8/7/2018 dinihari WIB. Modric yang merupakan penendang ketiga, melesakkan bola yang dapat dihalau oleh tangan Igor Akinfeev.

Kemudian bola bergerak terbang liar bagaikan burung Garuda ke arah tiang kanan gawang Akinfeev. Setelah menyentuh tiang kanan gawang, bola justru masuk mendekati tiang kiri gawang. Keajaiban gol yang akan selalu mengingatkan bahwajangan nonton bola tanpa Kacang Garuda. 

Gol ajaib Modric ini, merupakan salah satu gol Kroasia yang mengantarkan kemenangan drama adu penalti 3-4 atas tuan rumah Rusia. Justru hanya kompatriotnya Mateo Kovacic yang merumput bersama di Real Madrid, yang gagal melakukan eksekusi gol penalti. 

Gol penalti ajaib Modric ke gawang Akinfeev [Foto: screenshot Youtube FMA]
Gol penalti ajaib Modric ke gawang Akinfeev [Foto: screenshot Youtube FMA]
Drama adu penalti terjadi setelah kedudukan imbang 2-2 bertahan hingga babak perpanjangan waktu. Denis Cherysev membawa Rusia unggul terlebih dahulu di menit ke-31. Kroasia dapat membalikkan keadaan dengan dua gol dari Andrej Kramaric (39') dan Domagoj Vida (101'). Namun asa Rusia sempat tumbuh kembali melalui sundulan gol Mario Fernandes (115'). 

Modric kini dapat menyejajarkan diri dengan gelandang legendaris Kroasia di era 1990-an Zvonimir Boban. Modric yang bersama Real Madrid telah mengoleksi satu gelar La Liga, empat gelar Liga Champions, tiga gelar Piala Dunia Antarklub, melampaui prestasi pemilik koleksi satu gelar Scudetto Seri-A dan satu gelar Liga Champions bersama AC Milan. 

Dalam pertandingan babak semifinal di Luzhniki pada 12/7/2018 lalu, Kroasia harus tertinggal lebih dahulu dari Inggris di menit ke-5. Jala Subasic harus terkoyak akibat tendangan bebas dari Kieran Trippier. Hingga dalam sebuah skema serangan Kroasia, melewati tengah lapangan sisi sayap kanan. Bola yang dalam penguasaan Sime Vrsaljko, kemudian diikirim tinggi ke dalam are kotak penalti Inggris. 

Kylie Walker yang menempel ketat Perisic, berusaha menghalau bola dengan kepalanya. Sementara Perisic berusaha terbang tinggi, dalam menyambut bola. Bagaikan seorang pendekar kungfu, kaki kiri Perisic lebih cepat dari kepala Walker dalam menyambar bola. Kiper Jordan Pickford sempat salah pergerakan, akhirnya kalah cepat dalam menghalau bola tendangan Perisic yang meluncur ke dalam jalanya di menit ke-68. 

Tendangan kungfu ala Ivan Perisic [Foto:Reuters]
Tendangan kungfu ala Ivan Perisic [Foto:Reuters]
Gol tendangan Ivan Perisic [Foto:SportMole]
Gol tendangan Ivan Perisic [Foto:SportMole]
Masa perpanjangan waktu, ternyata tak mengendurkan kekuatan Kroasia yang seharusnya melemah akibat kelelahan bermain 120 menit dalam setiap pertandingan fase gugur. Beberapa pemain inti seperti Danijel Subasic, Sime Vrsaljko, Mario Mandzukic, sudah mengalami keadaan cedera ketika dapat melewati hadangan tuan rumah Rusia. 

Mario Mandzukic yang berada di dalam kotak penalti Inggris, berhasil memanfaatkan kelengahan bek lawan dalam merespons datangnya bola dari luar kotak penalti. Mandzukic berlari kecil membelakangi beberapa bek untuk menjemput bola. Tak pakai waktu  lama, bola segera dilesakkan ke jala Pickford pada menit ke-109. 

Keajaiban prestasi generasi emas baru Kroasia di era Dalic ini,  melampaui prestasi generasi emas era Blazevic di Piala Dunia 1998. Ramuan taktik Blazevic gagal merontokan Prancis di babak semifinal. Inilah kesempatan Dalic untuk mengobati luka kegagalan 1998, dengan menghadapi kembali Prancis dalam partai final di Stadion Luzhniki.


Berbagai kejutan dan keajaiban, banyak terjadi dalam arena Piala Dunia 2018 ini. Entahlah, mungkin saja sudah saatnya angin perubahan (wind of change) terjadi. Persis seperti lirik lagu dari Scorpion yang berjudul Wind of Change. Lagu ini terinspirasi dari perubahan besar yang terjadi dalam masa Uni Soviet mendekati keruntuhannya. Perubahan besar terjadi dan menjalar pula ke wilayah negara Eropa Timur lainnya seperti runtuhnya dominasi Yugoslavia. 

Zlatko Dalic membawa deretan skuat, yang tentunya masa kecil mereka masih dapat merasakan pergolakan perang Balkan. Ada yang merasakan langsung di tanah kelahirannya Kroasia, ada pula yang merasakan di berbagai tempat pengungsian di belahan benua biru lainnya yang jauh dari arena peperangan. 

Sebagian dari mereka tentunya sudah melihat spirit yang ditunjukkan generasi emas pada Euro 1996 dan Piala Dunia 1998. Luka-luka batin akibat peperangan berkepanjangan, dapat diobati dengan keajaiban gol-gol nan menghibur di lapangan hijau. Kini saatnya generasi emas 2018 dapat menunjukkan, bahwa segala sesuatu yang berawal dari keterpurukan belum tentu membusuk dalam perjalanan berikutnya.  

Apalagi siklus 20 tahun Piala Dunia telah tiba. Siklus yang sepertinya hendak mentahbiskan sang juara baru. Ini telah dialami oleh Brasil (1958), Argentina (1978), dan Prancis (1998). Yuk kita resapi penggalan lirik Wind of Change berikut ini:

I follow the Moskva.. Down to Gorky Park... Listening to the Wind of Change...

Presiden Kroasia Koldina Grabar-Kitarovic [Foto: SunNewsOnline]
Presiden Kroasia Koldina Grabar-Kitarovic [Foto: SunNewsOnline]
Akankah siklus 20 tahun tersebut, yang bakal memberikan hadiah terindah bagi rakyat Kroasia? Sepertinya ini sebuah pertanda dari adanya perhatian penuh dari sang Presiden Kroasia Kolinda Grabar-Kitarovic, yang nyaris menyempatkan hadir dalam setiap laga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun