Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Lebih Pedas Omongan Tetangga atau Omongan Netizen?

3 Mei 2021   19:32 Diperbarui: 3 Mei 2021   20:14 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar dari artikel "Perdagangan Perempuan di Balik Pengantin Pesanan "Amoy" di Kalimantan Barat" | Foto diambil dari Facebook/Kompasiana

Awalnya saya senang karena tujuan saya menulis artikel ini terpenuhi, yaitu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia akan perdagangan manusia berkedok tradisi yang melanggar Hak Asasi Manusia ini. 

Namun ketika saya membaca 600 komentar tersebut, saya berhasil merangkum ratusan komentar tersebut menjadi empat macam, yaitu:

1. Komentar dari mereka yang mengutuk perdagangan perempuan. Banyak juga komentar yang mengikutsertakan pengalaman bahkan solusi agar masalah ini tidak terus terjadi. 

2. Komentar dari mereka yang menyetujui perdagangan perempuan. Alasannya juga bermacam-macam, tetapi kebanyakan berhubungan dengan SARA dan gender. 

3. Komentar dari mereka yang setuju bahwa panggilan amoy sekarang sering kali disalahgunakan dengan stigma yang negatif. Lucunya komentar ini juga dibuktikan dengan komentar yang langsung mempraktikkan maksud dari stigma negatif ini. 

4. Komentar dari mereka yang tidak setuju bahwa panggilan amoy ini sering kali disalahgunakan dengan stigma yang negatif. Alasannya bermacam-macam, dimana kebanyakan berdasarkan pengalaman seperti: "saya biasa dipanggil atau saya biasa mendengar panggilan amoy biasa saja" atau "saya memanggil perempuan keturunan Tionghoa amoy karena mereka cantik". 

Menurut saya, itulah resiko ketika mengemukakan pendapat lewat tulisan yang dapat diakses oleh siapa saja dan dimana saja. Saya juga senang membaca komentar yang memberi masukan atau pengalaman yang membuat tulisan saya tersebut ataupun tulisan saya di masa depan semakin lebih baik. 

Dua hasil penelitian ilmiah

Dari ratusan komentar tersebut, saya juga mendapatkan komentar bernada kasar netizen yang mengungkapkan ketidaksetujuannya kepada tulisan saya dan juga diri saya selaku penulis. 

Saya tentu tidak berani membalas komentar tersebut karena takut digeruduk massa. Saya juga menghapus aplikasi Facebook di telepon genggam saya karena saya tidak bisa berhenti membaca komentar tersebut. 

Awalnya saya sedih, sakit hati, dan galau, tetapi saya gunakan kesempatan ini untuk membuktikan dua hasil survei mengenai netizen negara kita, yaitu:

1. Rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia. Hasil survei yang dilakukan Programme for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2019 menujukkan Indonesia menjadi negara dengan tingkat literasi ke-74 dari 79 negara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun